Lombok | Nusantara Jaya News – Perwakilan mahasiswa yang mengikuti aksi unjuk rasa terkait sengketa tanah Gili Sudak di Pengadilan Negeri Mataram menyampaikan ketidakpuasan mereka terhadap jawaban yang diberikan oleh pihak juru bicara Lalu Muhamad Sandi Iramaya dalam pertemuan saat menerima para delegasi mahasiswa. Mereka merasa tidak mendapatkan penjelasan yang memadai mengenai landasan hukum dari putusan yang diambil terkait eksekusi tanah tersebut.
“Kami tidak menemukan titik terang atas persoalan sengketa tanah di Gili Sudak. Kami menuntut penjelasan mengenai landasan hukum dari putusan ini, namun yang kami dapatkan justru penjelasan mengenai mekanisme pengadilan tersebut,” ujar Ramdan Korlap GAMM saat diwawancarai awak media, hari Selasa (29/7/2024) di Lombok.
Menurutnya, mekanisme pengadilan bukanlah poin utama yang mereka pertanyakan. Ia pun mengetahui dasar hukum yang melegalkan jual-beli tanah tersebut, terutama mengingat UU Pokok Agraria yang menyatakan bahwa tanah yang telah dihuni selama bertahun-tahun seharusnya menjadi milik masyarakat.
“Ini yang tidak dijelaskan kembali. Kami mempertanyakan kenapa tanah yang sudah dihuni sekian tahun bisa dilegalkan untuk dijual. Ini jelas tidak dipertimbangkan oleh pengadilan,” ujarnya.
Mahasiswa pun berupaya memberikan gambaran kepada hakim pengadilan mengenai dampak ekonomi dan keamanan yang mungkin timbul akibat eksekusi ini. Ia pun menekankan bahwa mayoritas masyarakat di Gili Sudak hidup dari hasil sektor pariwisata, yang merupakan potensi ekonomi utama di daerah tersebut. Eksekusi tanah ini dianggap akan mengganggu stabilitas ekonomi dan keamanan setempat.
“Pihak juru bicara pengadilan ini melemparkan isu keamanan kepada aparat penegak hukum yaitu kepolisian. Kami meminta agar hal ini dipertimbangkan secara serius, namun tanggapan yang kami terima justru melempar tanggung jawab,” ungkapnya.
Situasi di lapangan kini semakin tidak kondusif. Warga sekotong, khususnya yang bergantung pada sektor pariwisata, merasa khawatir bahwa eksekusi ini akan berdampak buruk terhadap perekonomian mereka. Aktivitas pariwisata yang selama ini mereka bangun dengan susah payah terancam terganggu.
“Saat ini suasananya tidak kondusif. Warga Sekotong mati-matian membangun daerah pariwisata agar bisa maju. Namun, dengan adanya eksekusi tanah ini situasi menjadi tidak aman dan berpotensi merugikan sektor pariwisata,” keluh perwakilan dari warga.
Perwakilan warga setempat menyampaikan bahwa pendapatan mereka menurun drastis akibat kekhawatiran tamu terhadap situasi di Gili Sudak. Menurutnya, banyak tamu baik lokal maupun mancanegara yang kini takut untuk datang ke daerah tersebut.
“Adanya isu eksekusi ini, tamu-tamu yang datang menjadi takut. Pendapatan mereka menurun drastis. Tamu mancanegara dan lokal merasa tidak aman berada disini,” ungkapnya.
Para mahasiswa dan warga setempat berharap agar pihak berwenang dapat mempertimbangkan kembali eksekusi ini dengan melihat dampak holistik yang ditimbulkan. Mereka ingin agar potensi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Gili Sudak tidak terganggu oleh tindakan eksekusi yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat.
Situasi ini menuntut perhatian serius dari berbagai pihak untuk mencari solusi yang adil dan bijaksana demi kepentingan bersama. Mahasiswa dan masyarakat berharap ada titik terang dan kejelasan hukum yang dapat memberikan rasa aman dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.