banner 1000x130 **************************************** banner 1000x130

MBAH JUM Ahli Sedekah dan Pencinta Sholawat

banner 2500x130 banner 2500x130 banner 1000x130

Oleh: Irene Radjiman

Begitulah beliau dipanggil. Aku sempat bertemu dengannya 5 tahun yang lalu saat berlibur di Kasian Bantul Yogyakarta. Nama desanya saya lupa.

banner 2500x130

Mbah Jum seorang tuna netra yang berprofesi sebagai pedagang tempe. Setiap pagi beliau dibonceng cucunya ke pasar untuk berjualan tempe. Sesampainya di pasar tempe segera digelar.

Sambil menunggu pembeli datang, disaat pedagang lain sibuk menghitung uang dan ngerumpi dengan sesama pedagang, Mbah Jum selalu bersenandung sholawat.

Setelah itu cucunya meninggalkan mbah Jum sebentar, karena ia juga bekerja sebagai kuli panggul di pasar itu. Dua jam kemudian, cucunya datang kembali untuk mengantar simbahnya pulang kerumah.

Perlu diketahui si Mbah berjualan tidak sampai 2 jam dagangan tempe sudah habis ludes terjual. Mbah Jum selalu pulang paling awal dibanding pedagang lainnya.

Sebelum pulang Mbah Jum selalu meminta cucunya menghitung uang hasil dagangannya dulu. Bila cucunya menyebut angka lebih dari 50 ribu rupiah, mbah Jum selalu minta cucunya mampir ke masjid untuk memasukkan uang lebihnya itu ke kotak amal.

Saat kutanya : “kenapa begitu ?”

“Karena kata si Mbah modal untuk bikin tempe hanya Rp. 20 ribu. Harusnya si Mbah paling banyak dapetnya yaa 50 ribu. Kalau sampai lebih berarti itu punyanya gusti Allah, dan harus dikembalikan lagi. Lha rumahnya gusti Allah kan di Masjid mbak, makanya kalau dapet lebih dari Rp.50 ribu, saya diminta untuk mengamalkan uang lebihnya ke Masjid.” ujar Irene menirukan perkataan si Mbah Jum.

“Lho, kalo sampai lebih dari 50 ribu, itukan hak simbah, kan artinya simbah saat itu bawa tempe lebih banyak to ?” Tanyaku lagi

“Nggak mbak. Simbah itu tiap hari bawa tempenya ga berubah-ubah jumlahnya sama.” Cucunya kembali menjelaskan padaku.

“Tapi kenapa hasil penjualan simbah bisa berbeda-beda ?” tanyaku lagi

“Begini mbak, kalau ada yang beli tempe sama simbah, karena simbah tidak bisa melihat, si Mbah selalu bilang, ambil sendiri kembaliannya. Tapi mereka para pembeli itu selalu bilang, uangnya pas kok Mbah, ga ada kembalian. Padahal banyak dari mereka yang beli tempe Rp 5 ribu, ngasih uang Rp.20 ribu.

“Ada yang beli tempe Rp.10 ribu ngasih uang Rp.50 ribu. Dan mereka semua selalu bilang uangnya pas, ga ada kembalian. Pernah suatu hari si Mbah dapat uang 350 ribu. Yaaa 300 ribu nya saya taruh dikotak amal masjid.” begitu penjelasan sang cucu.

Aku melongo terdiam mendengar penjelasan itu. Disaat semua orang ingin semuanya menjadi uang, bahkan kalau bisa kotorannya sendiripun disulap menjadi uang, tapi ini Mbah Jum…?? Aahhh…. Logikaku yang hidup di era kemodernan jahiliyah ini memang belum sampai.

Sampai rumah pukul 10:00 Wib pagi beliau langsung masak untuk makan siang dan malam.

Selain jual tempe, ternyata Mbah Jum juga seorang tukang pijat bayi (begitulah orang dikampung itu menyebutnya). Jadi bila ada anak-anak yang dikeluhkan demam, batuk, pilek, rewel, kejang, diare, muntah-muntah dan lain-lain, biasanya orang tua mereka akan langsung mengantarkan ke rumah mbah Jum.

Bahkan bukan hanya untuk pijat bayi dan anak-anak, mbah Jum juga bisa membantu pemulihan kesehatan bagi orang dewasa yang mengalami keseleo, memar, patah tulang, dan sejenisnya.

Terkait jasa pijat, Mbah Jum tidak pernah memberikan tarif, padahal beliau bersedia diganggu 24 jam bila ada yang butuh pertolongannya. Bahkan bila ada yang memberikan imbalan untuk jasanya itu, ia selalu masukan lagi 100 % ke kotak amal Masjid. Ya ! 100 % ! anda kaget ? sama, saya juga kaget.

Ketika aku kembali bertanya : “Kenapa harus semuanya dimasukkan ke kotak amal ?” Mbah Jum memberi penjelasan sambil tersenyum :

“Kulo niki sakjane mboten pinter mijet. Nek wonten sing seger waras mergo dipijet kaleh kulo, niku sanes kulo seng ndamel seger waras, niku kersane gusti Allah. Lha dadose mbayare mboten kaleh kulo, tapi kaleh gusti Allah.”

Mbah Jum mengajarkan bahwa kebaikan tidak harus datang dari mereka yang memiliki harta melimpah. Dengan penghasilan dari menjual tempe, beliau rutin menyisihkan sebagian untuk bersedekah.

Ketulusannya menyentuh hati banyak orang. “Rezeki itu datang dari Allah. Jika kita berbagi, rezeki akan terus mengalir,”

Semoga kita semua dapat meniru kebaikan Mbah Jum, berbagi dengan sesama, dan menjadi saluran berkah bagi orang lain. Karena seperti yang beliau tunjukkan, kebahagiaan sejati terletak pada memberi, bukan pada apa yang kita miliki.

 

banner 1000x130
banner 2500x130 banner 1000x130
banner 1000x130 banner 2500x130