SURABAYA |nusantara jaya news – Sebuah organisasi budaya, yang menekuni objek Aksara Jawa, Puri Aksara Rajapatni, terlahir di Surabaya karena rasa keprihatinan. Aksara Jawa dalam kondisi langka, yang keberadaannya hampir tiada di Surabaya.
Padahal leluhur Surabaya menggunakannya. Faktanya ada di mana mana. Adalah inskripsi pada blandar kayu salah satu Gapura di komplek Sunan Ampel, prasasti pendirian Masjid Kemayoran dan inskripsi pada nisan kubur di komplek Pesarean para Bupati Surabaya di Sentono Agung Botoputih Pegirian. Semuanya beraksara Jawa tapi kondisinya nestapa.
Kenyataan itu tidak bisa dipungkiri tetapi mengapa aksara Jawa menjadi mati suri. Hidup segan, mati tak mau. Seiring dengan berjalannya masa dan perubahan kota yang semakin maju dan modern serta perkasa, aksara Jawa menjadi sengsara. Tak rela budaya leluhur itu menjadi tiada, maka lahirlah komunitas Aksara Jawa Surabaya, Puri Aksara Rajapatni.
Puri Aksara Rajapatni berdiri menyendiri di tengah belantara duri. Puri Aksara Rajapatni memanggul tugas berat untuk menghidupkan kembali aksara Jawa yang seperti mati tapi masih bernadi. Puri Aksara Rajapatni hadir bernyali wani meski berorgan dalam hitungan jari. Bisa dibayangkan senyawa, yang baru lahir itu, harus berjalan dan berlari setengah mati untuk menghidupi aksara Jawi.
Setahun telah berlalu sejak kehadiran Rajapatni di Surabaya, aksara Jawa pun sudah kelihatan di mana mana. Ini juga tidak lain karena peran punggawa kota praja Surabaya, Sang Prabu Walikota bersama Sang Carik Keprabon Surapringga (Surabaya). Melalui titahnya, aksara Jawa menjelma dimana mana.
Namun Rajapatni masihlah seperti gadis belia. Ia terlalu muda untuk mengurusi objek tua Aksara Jawa. Usia boleh muda, tapi pemikirannya dewasa. Ia berani bagai Bhairawa, yang berbekal dan berperisai kebenaran. Ia percaya bahwa kebenaran mengalahkan segalanya. Ia berani bertarung bagai petarung. Ia berani menerobos tembok besar dan tebal untuk berkata: “Ayo lindungi aksara Jawa, aksara Leluhurmu!”.
Rajapatni adalah pejuang. Rajapatni ingin aksara Jawa berjaya di ruang yang serba berkemajuan ini. Rajapatni bisa saja mati dalam upaya menghidupkan dan menghidupi aksara. Puri Aksara Rajapatni akan tetap konsisten ngramut, ngrumat dan ngruwat Aksara Jawa apapun yang dihadapi. Pejuang harus pantang menyerah meski mati adalah taruhannya.
Saatnya aksara Jawa menjadi tuan rumah di rumah sendiri. (nng).