Surabaya |nusantara jaya news – Indonesia adalah tetangga dekat Taiwan, baik secara geografis maupun dalam hubungan bilateral. Komunitas Indonesia di Taiwan setidaknya berjumlah 350.000 orang, termasuk lebih dari 30.000 orang yang telah menikah dengan warga negara Taiwan dan membangun keluarga di sini. Hal ini tentu saja membanggakan bagi anak-anak mereka yang memiliki keturunan Indonesia dan Taiwan.
Selain itu, sekitar 20.000 pelajar Indonesia menempuh pendidikan tinggi di Taiwan, berjuang untuk mewujudkan cita-cita mereka di masa depan. Sejak tahun 2023, Taiwan juga telah menjadi tujuan utama bagi para pekerja migran Indonesia. Fakta-fakta ini menyoroti hubungan yang kuat dan terus berkembang antara Indonesia dan Taiwan. (4/2)
Terlepas dari profesi ataupun status sebagai pekerja migran, pelajar, pengusaha dan pasangan asing, warga Indonesia yang tinggal di Taiwan adalah teman yang berharga dan anggota masyarakat Taiwan yang tak terpisahkan.
Hal ini menjadi dasar dari hubungan timbal balik yang kuat. Indonesia adalah tetangga yang kami hargai dan berpikiran demokratis.
Selain itu, Syaprin Zahidi, seorang akademisi dari Universitas Muhammadiyah Malang, secara terbuka mendesak pemerintah Indonesia untuk menilai kembali “Kebijakan Satu China” sehubungan dengan semakin eratnya hubungan Indonesia dengan Taiwan.
Inilah mengapa kami menyerukan kepada Indonesia untuk menemukan dan memperbaiki kesalahan representasi dan penyalahgunaan Resolusi PBB 2758 yang disahkan pada tanggal 25 Oktober 1971.
Jika dicermati lebih lanjut, Resolusi 2758 mengungkapkan bahwa resolusi tersebut tidak lebih dari sekadar mengakui pemerintah Republik Rakyat China (RRC) sebagai satu-satunya perwakilan sah China di PBB. Pada intinya, resolusi tersebut tetap seperti itu:
– Tidak menyebutkan Taiwan dalam konteks apa pun;
– Tidak menyatakan Taiwan sebagai bagian dari RRC, atau memberikan kewenangan kepada RRC untuk mewakili Taiwan di dalam sistem PBB.
Mengingat fakta-fakta ini, Senat AS baru-baru ini mengesahkan sebuah resolusi pada tanggal 21 Februari 2025 untuk :
– Melawan narasi palsu yang disebarkan oleh pemerintah China bahwa resolusi PBB 2758 merupakan kesepakatan internasional bahwa China memiliki kedaulatan atas Taiwan;
– Menegaskan kembali bahwa “Kebijakan Satu China” AS tidak dan tidak pernah sama dengan “Prinsip Satu China” RRC;
– Menentang upaya China untuk mencegah partisipasi Taiwan yang berarti dalam organisasi internasional.
China telah dengan sengaja memutarbalikkan Resolusi 2758 untuk membenarkan apa yang disebut “Prinsip Satu China”, menggunakannya sebagai alat untuk menekan dan mengecualikan Taiwan dari partisipasi internasional di bawah dalih palsu bahwa Taiwan adalah wilayah China.
Namun, Taiwan secara independen mengeluarkan visa, memiliki bendera nasional, mata uang, dan paspor sendiri, serta memiliki angkatan bersenjata untuk menjaga perbatasan dan kedaulatannya. Ini adalah fakta-fakta tak terbantahkan yang membuktikan status quo di Selat Taiwan dan dunia internasional. Resolusi 2758 hanya berkaitan dengan perwakilan China di PBB dan tidak meluas lebih dari itu.
Tidak sependapat dengan China, yang secara agresif mempromosikan “Prinsip Satu China” sebagai konsensus internasional, negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris dengan berhati-hati menggunakan istilah “mengakui” saat menangani situasi dan masalah sejarah lintas selat, sementara Jepang menggunakan frasa “memahami dan menghormati”.
Kesalahan representasi dan penyalahgunaan yang disengaja oleh China terhadap prinsip ini memperlihatkan upayanya untuk memanipulasi persepsi global.
Negara-negara Barat yang berpandangan demokratis, menyadari realitas yang berkembang, secara bertahap mengadaptasi dan memodernisasi interpretasi mereka sendiri tentang “Kebijakan Satu China” untuk mencerminkan keterlibatan pragmatis dengan Taiwan.
Sehingga tidak ada satu pun sisi di Selat Taiwan yang berada di bawah satu sama lain, Taiwan tetap teguh dalam komitmennya terhadap perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
Taiwan dengan tegas menolak “Prinsip Satu China” dan semua distorsi terkait, yang didasarkan pada klaim sepihak yang tidak sesuai dengan kenyataan atau perspektif internasional.
Propaganda dan koersi China yang terus berlanjut dalam mempromosikan prinsip ilusi ini hanya semakin memperlihatkan ketidaksesuaiannya dengan fakta dan niatannya untuk menyesatkan. Kebenaran tidak dapat disamarkan dengan tipu muslihat yang diulang-ulang.
Taiwan menjunjung tinggi hak dan niat untuk membina hubungan yang lebih kuat serta lebih mendalam dengan Indonesia dan mitra internasional lainnya. Kami tetap berkomitmen untuk bekerja sama menuju masa depan bersama yang damai dan sejahtera bagi komunitas global. (Red)