Jember |Nusantara Jaya News – Kasus tragis yang menimpa Alfariski, seorang anak asal Desa Jrangoan, Kecamatan Omben, Sampang, Jawa Timur, yang mengalami kebutaan permanen usai menjalani perawatan medis di RSUD dr. Soebandi Jember, menuai reaksi keras dari berbagai kalangan. Sejumlah lembaga, seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dinas Kesehatan Jawa Timur (Dinkes Jatim), Aparat Penegak Hukum (APH), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hingga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), didesak segera turun tangan. (28/5)
Desakan ini disuarakan secara tegas oleh Edy Macan, Direktur Utama Radar CNN Group sekaligus Wakil Ketua DPD Madura Asli (MADAS). Ia menilai kasus ini tak bisa dianggap sebagai insiden medis biasa. “Ini bukan hanya soal malpraktik, tapi menyangkut masa depan seorang anak yang seharusnya dilindungi. Kami mengangkat suara publik yang menuntut keadilan dan transparansi,” ujarnya.
Alfariski sebelumnya mengalami kecelakaan pada bulan Oktober 2024 dan sempat dirawat di RS Soebandi Jember. Berdasarkan hasil scan awal, dokter menyatakan bahwa bola matanya aman, sehingga keluarga memutuskan untuk fokus pada operasi saraf dengan pembiayaan BPJS. Namun, hasil kontrol lanjutan di RSUD Sampang menunjukkan bahwa bola mata Alfariski ternyata mengalami kebocoran serius.
Pasien kemudian dirujuk ke RS Undaan dan RS Dr. Soetomo Surabaya, namun tim medis menyatakan bahwa penanganan yang diberikan sudah terlambat. Akibatnya, Alfariski kehilangan penglihatan secara permanen. Keluarga pun mempertanyakan mengapa kerusakan bola mata tidak terdeteksi sejak awal perawatan di RS Soebandi.
Panggilan untuk Audit dan Penegakan Hukum
Edy Macan menyatakan perlunya langkah cepat dan menyeluruh dari semua pihak terkait. “Kami mendorong agar Kemenkes dan Dinkes Jatim segera melakukan audit medis independen terhadap proses penanganan pasien ini. Selain itu, Komnas HAM dan KPAI wajib turun langsung memastikan bahwa hak-hak Alfariski sebagai korban terpenuhi,” tegasnya.
Ia juga meminta keterlibatan aparat penegak hukum untuk menyelidiki kemungkinan adanya kelalaian atau pelanggaran prosedur medis yang menyebabkan dampak permanen terhadap pasien. “Jika ada unsur kelalaian, harus ada proses hukum yang berjalan. Ini penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap sistem layanan kesehatan kita,” katanya.
Lebih lanjut, Edy juga menegaskan bahwa transparansi dari pihak RS Soebandi sangat dibutuhkan. “Masyarakat ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jika memang ada kesalahan diagnosa atau penanganan, maka harus diakui dan dipertanggungjawabkan,” pungkasnya.
Tekanan dari publik semakin meluas, dengan tuntutan agar kasus ini tidak berakhir tanpa kejelasan. Keluarga Alfariski pun berharap agar institusi negara tidak tinggal diam. “Kami hanya ingin keadilan untuk anak kami. Jangan sampai ada korban-korban berikutnya yang mengalami hal sama karena kelalaian,” ujar salah satu anggota keluarga.
Radar CNN Group berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini dengan prinsip keadilan, transparansi, dan keberpihakan pada hak-hak korban. (Red)