Malang |Nusantara Jaya News – Surat Perintah Eksekusi dari Pengadilan Negeri (PN) Malang dengan nomor: 1594/PAN.PN.W14-U2/HK2.4/V/2025 terhadap rumah milik Arya Sjahreza Bayu Lesmono di Jalan Bandung No.34, Kecamatan Klojen, Kota Malang mendapat respons serius dari Lembaga Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Koordinator Wilayah Provinsi Jawa Timur.
MAKI Jatim menilai bahwa kasus ini mengandung indikasi kuat permainan mafia tanah dan mafia peradilan yang harus dihentikan. Ketua MAKI Jatim, Heru, menegaskan bahwa lembaganya siap menghadang pelaksanaan eksekusi yang dijadwalkan berlangsung pada Kamis, 22 Mei 2025.
“Ini bukan soal satu rumah saja, tapi soal keadilan yang dipermainkan. Kami akan hadir dan mengawal penuh,” tegas Heru. MAKI Jatim bahkan mengaku telah menyiapkan hingga 1.000 anggotanya dari seluruh Jawa Timur untuk ikut dalam aksi menghadang eksekusi tersebut.
Heru menambahkan, pihaknya telah menyusun surat pemberitahuan aksi yang akan dikirimkan ke Polda Jatim dan Polresta Malang. “Insya Allah, mulai malam ini anggota akan berdatangan ke rumah Jalan Bandung No.34,” ujarnya.
Kronologi Kasus:
Kasus ini bermula pada tahun 2017 ketika Arya Sjahreza berkenalan dengan Nanda Almer Ronny Putra melalui perantara bernama Sugianto. Dalam pertemuan tersebut, Nanda menawarkan kerjasama usaha bisnis rokok. Namun karena keterbatasan modal, Nanda menyarankan Arya untuk mengagunkan rumah milik ayahnya, Ir. H. Endro Koesmartono, yang berada di Jalan Bandung No.34, Malang.
Karena Arya memiliki masalah BI Checking, maka tidak bisa mengajukan pinjaman ke bank. Akhirnya disepakati bahwa sertifikat hak milik (SHM) rumah seluas 553 m² tersebut dibaliknamakan ke Nanda untuk keperluan pinjaman ke Bank Bukopin. Dari pengajuan itu, Nanda mendapatkan pinjaman senilai Rp5 miliar, dan kesepakatan awal menyebut bahwa setelah pinjaman dilunasi, rumah akan dikembalikan atas nama pemilik awal.
Selanjutnya, Arya dan Nanda membentuk CV Frio TOBACCO untuk menjalankan usaha rokok. Namun usaha itu macet sejak 2020, dan gagal bayar ke Bank Bukopin. Kondisi ini memaksa pengajuan restrukturisasi kredit ke pihak bank.
Situasi makin pelik ketika Nanda menyarankan Arya untuk berhutang kepada rekannya yang berinisial RT. RT bersedia melunasi hutang senilai Rp4,5 miliar ke Bukopin dengan syarat dalam setahun dikembalikan menjadi Rp6 miliar. Namun kemudian RT menyatakan bahwa rumah tersebut telah dijaminkan, dan tagihan pelunasan berubah drastis menjadi Rp12,5 miliar, dengan alasan Nanda memiliki utang sebesar Rp6,5 miliar kepada RT.
“Peralihan SHM tanpa melibatkan klien kami sungguh janggal,” ungkap kuasa hukum Arya, Reynaldi.
Tak hanya itu, Arya bahkan dilaporkan ke Polresta Malang terkait dugaan penyerobotan berdasarkan Pasal 167 KUHP, padahal rumah itu sudah ditempati keluarganya sejak 2003.
“Ini semuanya janggal. Dukungan semua pihak sangat berarti buat kami dan klien kami untuk memperjuangkan keadilan,” kata Reynaldi.
Langkah MAKI:
Menanggapi kejanggalan-kejanggalan tersebut, MAKI Jatim telah mempelajari seluruh berkas dan kronologi dan menyimpulkan bahwa ada indikasi permainan mafia tanah dan mafia peradilan yang harus diungkap.
“Atas nama keadilan dan perlindungan hak atas tanah seseorang, MAKI Jatim akan hadir dan berjuang bersama keluarga Arya,” tegas Heru.
MAKI juga mendesak aparat penegak hukum untuk meninjau ulang seluruh proses hukum dan perdata yang berkaitan dengan kasus ini agar tidak menjadi preseden buruk bagi masyarakat yang menjadi korban permainan mafia. (Red)