Oleh: Iqbal Alfryan Ramadhani
Agribisnis merupakan sektor yang sangat vital di dalam perekonomian bagi negara-negara agraris, global termasuk Indonesia. Agribisnis bukan sekadar pertanian, karena mencakup seluruh rantai nilai berproduksi, mengolah, mendistribusikan, dan memasarkan hasil agraris dari hulu sampai hilir. Dalam perspektif ini, sumber daya manusia merupakan aset yang paling esensial bagi keberhasilan sektor ini. Agribisnis tidak akan bisa berkembang dengan baik dan berkompeten tanpa sumber daya manusia yang kompeten, inovatif, dan adaptif, guna bersaing di tingkat nasional dan internasional.
Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo, pernah menegaskan bahwa “Kemajuan pertanian tidak hanya ditentukan oleh alat dan mesin, tetapi yang paling penting adalah manusianya. Petani dan pelaku agribisnis harus terus kita tingkatkan kapasitasnya agar bisa menguasai teknologi dan pasar.” (Kementerian Pertanian, 2021). Oleh sebab itu, sangat penting untuk menempatkan sdm menjadi fokus utama pada pembangunan agribisnis. Tanpa sdm yang kompeten serta mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada, sektor agribisnis akan mengalami kesulitan dalam berkembang, bahkan dapat tertinggal dari negara-negara yang sudah menggunakan/menciptakan pertanian berbasis teknologi.
Sumber daya manusia adalah pondasi utama dari kegiatan produksi agribisnis. Mereka berperan penting pada pengolahan lahan, penanaman, perawatan tanaman, panen , hingga pasca panen. Produktivitas serta mutu akan hasil dari pertanian sangat bergantung pada pengalaman langsung di lapangan. Pada konteks pertanian di era modern, peran sumber daya manusia semakin kompleks dari sebelumnya, sebab mereka juga terlibat pada penerapan teknologi, manajemen usaha tani, dan pemasaran produk melalui media digital.
Selain sebagai pelaksana teknis, sumber daya manusia pada sektor agribisnis juga memainkan peran menjadi inovator(penggagas). Peran lain yang tak kalah penting ialah pada pengambilan keputusan strategis, sdm yang berperan menjadi manajer agribisnis wajib bisa merancang model bisnis yang efisien, mengelola keuangan serta logistik, dan menjalin kemitraan dengan berbagai macam pihak. Kecakapan pada penyusunan planning bisnis, membaca tren pasar, serta menerapkan prinsip keberlanjutan sebagai aset yang berharga dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin kuat.
Pada bidang penelitian serta pengembangan, sdm berfungsi menjadi agen inovasi. Mereka akan bertugas untuk mencari solusi dari berbagai permasalahan pertanian seperti penurunan produktivitas, ancaman serangan hama, atau perubahan iklim yang terkadang tidak menentu. Melalui penelitian di lapangan secara langsung, mereka mengembangkan alat pertanian yang presisi, memiliki varietas unggul, dan juga sistem pertanian berkelanjutan.
Pendidik serta pembimbing pertanian berperan penting menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan praktik lapangan. Mereka akan menyalurkan hasil dari penelitian kepada petani dan pelaku bisnis, sekaligus juga memberi bimbingan/arahan dalam penggunaan teknologi dan manajemen usaha. Keberhasilan perubahan dalam sektor agribisnis sangat bergantung pada kemampuan pembimbing untuk menciptakan korelasi/hubungan yang baik serta kepercayaan dengan masyarakat.
Meski peran sdm itu sangat penting, ternyata dalam sektor agribisnis menghadapi banyak tantangan yang serius pada pengembangan kapasitas tenaga kerjanya. Salah satu tantangan utamanya ialah rendahnya tingkat pendidikan serta pelatihan petani. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 58% petani di Indonesia hanya mengenyam pendidikan hingga jenjang SD(Sekolah Dasar). Hal ini dapat menjadi hambatan besar pada proses adaptasi teknologi pertanian modern, sebab pemahaman terhadap informasi teknis serta manajemen usaha yang masih terbatas. Misalnya di daerah NTT, pelatihan pengunaan drone untuk pemantauan lahan menjadi gagal karena adanya hambatan/kendala dalam bahasa dan literasi digital. Hal ini menunjukkan bahwa petani juga memerlukan pendidikan yang layak agar dapat menyesuaikan dengan zaman yang sudah modern.
Tantangan selanjutnya ialah kekurangannya regenerasi petani. Rata-rata petani di Indonesia merupakan usia lanjut, yakni sekitar 53,78 tahun pada tahun 2023 (BPS, 2023). Di sisi lain, minat dari para generasi muda untuk terjun ke dalam sektor pertanian sangat rendah. Survei dari Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menyebutkan bahwa hanya sekitar 2% dari generasi muda yang berminat menekuni profesi sebagai petani. Banyak generasi muda yang masih menganggap bahwa sektor pertanian tidak menjanjikan dari segi ekonomi maupun sosial.
Selain itu, keterbatasan akses terhadap teknologi modern serta informasi juga menjadi sebuah tantangan besar yang harus segera ditangani. Pada kasus di berbagai daerah pedesaan, teknologi modern seperti internet belum merata tersebar. Berdasarkan laporan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (2022), kurang lebih sekitar 12.548 desa di Indonesia masih mengalami kesenjangan dan keterbatasan akses internet. Padahal pada era pertanian 4.0 saat ini, dominasi teknologi seperti e-commerce sangat dibutuhkan untuk menaikkan daya saing dari pelaku bisnis.
Untuk menghadapi masalah/tantangan diatas, pengembangan sdm harus secara terstruktur, menyeluruh, serta berkelanjutan. Strategi awal yang dapat dilakukan adalah melakukan perubahan terhadap sistem pendidikan pertanian. Kurikulum pada sekolah kejuruan dan perguruan tinggi pertanian harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar dan perkembangan teknologi. Praktik lapangan, training kewirausahaan, serta keterampilan digital harus menjadi fokus utama dari proses pembelajaran.
Training vokasional bagi petani juga harus diperluas. Pemerintah, lembaga swadaya warga, dan sektor swasta bisa bekerja sama dalam menyediakan fasilitas pelatihan yang intensif berbasis kompetensi yang fokus pada budidaya modern, penggunaan alat dan mesin pertanian, pengolahan hasil, serta pemasaran digital. Sentra pelatihan agribisnis perlu dibangun dan diperkuat di berbagai daerah agar dapat menjangkau lebih banyak petani dan pelaku usaha kecil.
Peran penyuluh/pembimbing juga sangat dibutuhkan dan perlu diperkuat dari segi jumlah, kompetensi, dan dukungan operasional. Selain metode penyuluhan konvensional, pendekatan berbasis teknologi seperti aplikasi penyuluhan digital, platform e-learning, dan forum diskusi daring bisa menaikkan efektivitas dan efisiensi penyuluhan.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pertanian (Kementan), sudah mengeluarkan berbagai macam kebijakan strategis guna memperkuat pengembangan sumber daya manusia (SDM) di sektor agribisnis. Salah satu fokus utamanya ialah melakukan kegiatan pendidikan vokasi pertanian yang diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar dan perkembangan teknologi. Hal ini tercermin dalam arah kebijakan pembangunan SDM pertanian tahun 2020–2024, yang mencakup kegiatan pendidikan vokasi pertanian, pembinaan vokasi dan sertifikasi profesi pertanian, serta penyuluhan pertanian.
Agar dapat mendukung implementasi kebijakan diatas, pemerintah sudah membentuk dan mengoptimalkan berbagai macam unit pelaksana teknis di bawah Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP). Unit-unit ini mencakup Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan), Pusat Pendidikan Pertanian (PEPI), Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Pembangunan Negeri (SMK-PPN), Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP), dan Balai Pelatihan Pertanian (Bapeltan) . Melalui forum lembaga ini, pemerintah menyediakan program pendidikan dan pembinaan yang berdasarkan pada peningkatan kompetensi teknis, manajerial, dan kewirausahaan bagi petani serta pelaku agribisnis.
Sumber daya manusia adalah tulang punggung pada pembangunan sektor agribisnis. Keberhasilan membentuk agribisnis yang efisien, berdaya saing, serta berkelanjutan sangat bergantung pada kapasitas, pengetahuan, serta keterampilan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Tantangan yang dihadapi memang sangat besar, tetapi juga dapat membuka peluang luas untuk inovasi dan perbaikan.
Jadi saran saya, agar dapat mengatasi rendahnya pendidikan petani, kurangnya regenerasi, keterbatasan akses teknologi, dan lemahnya sistem penyuluhan, pemerintah perlu memperkuat pendidikan serta pelatihan vokasional yang relevan dengan kebutuhan agribisnis modern. Generasi muda harus didorong masuk ke sektor ini melalui insentif, akses lahan, dan dukungan usaha. Infrastruktur digital di desa perlu diperluas supaya teknologi pertanian bisa diakses secara merata. Selain itu, peran penyuluh harus ditingkatkan melalui pembinaan dan dukungan operasional, serta seluruh program pengembangan sdm perlu dinilai secara terjadwal buat mengklaim dampaknya terhadap kesejahteraan petani serta daya saing agribisnis nasional.
Dengan penanaman modal yang sempurna dalam pendidikan, pelatihan, dan teknologi, serta kebijakan yang berpihak pada pengembangan kapasitas individu, sektor agribisnis Indonesia bisa juga menjadi kekuatan utama dalam menghadapi tantangan pangan dunia, membentuk lapangan kerja yang formal, dan menaikkan kesejahteraan petani serta rakyat pedesaan. Masa depan agribisnis Indonesia ada di tangan SDM yang cerdas, kreatif, dan kokoh.
Penulis: Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi