Denpasar |Nusantara Jaya News — Dalam rangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII Tahun 2025, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menggelar kegiatan widyatula (sarasehan) bertajuk “Memaknai Keindahan Tari Legong dalam Uang Rupiah”. Acara yang digelar di Gedung Ksirarnawa, Art Centre, Denpasar ini menjadi ruang refleksi sekaligus penguatan nilai-nilai budaya dalam konteks ekonomi dan simbol kedaulatan negara. (22/7)
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Advisor Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Indra Gunawan Sutarto, dan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang diwakili oleh Kepala Bidang Kesenian, Putu Agus Yudiantara, A.Par., M.Par.. Acara ini juga dihadiri oleh sekitar 300 peserta yang berasal dari kalangan perbankan, pelaku seni, siswa-siswi SMP dan SMAK se-Kota Denpasar beserta guru pendamping, Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kota Denpasar, serta komunitas budaya seperti Teruna-Teruni, Jegeg Bagus, dan Forum Anak Daerah.
Salah satu momen penting dalam acara ini adalah penyerahan apresiasi dari Bank Indonesia kepada Budayawan Seni Legong, Prof. Dr. I Made Bandem, M.A., atas kontribusinya dalam memperkenalkan makna filosofis seni Legong yang telah menginspirasi desain uang Rupiah.
Dalam sambutannya, Indra Gunawan Sutarto menyampaikan bahwa gambar Tari Legong yang tersemat dalam uang kertas Rupiah bukan sekadar elemen visual semata. “Tari Legong mencerminkan ketelitian, keindahan, dan kedisiplinan – nilai-nilai yang selaras dengan prinsip-prinsip Bank Indonesia dalam mengedarkan uang Rupiah. Ini menjadi wujud nyata kebanggaan dan kedaulatan bangsa atas kekayaan budaya nusantara,” tegasnya.
Senada dengan itu, Putu Agus Yudiantara menambahkan bahwa seni tidak hanya hidup di panggung pertunjukan, tetapi juga terpatri dalam uang Rupiah. Ia menekankan bahwa kolaborasi Dinas Kebudayaan dan Bank Indonesia melalui widyatula ini diharapkan dapat memperluas pemahaman masyarakat terhadap budaya Bali sekaligus mendorong pergerakan ekonomi dalam momentum PKB XLVII.
Dalam sesi diskusi, hadir tiga narasumber utama:
1. Prof. Dr. I Made Bandem, M.A., Budayawan Seni Legong
2. Anak Agung Mas Sudarningsih, S.Sn., M.Pd., Seniman Tari Legong
3. Agus Mulyawan Dana, Kepala Seksi Pengelolaan Uang Rupiah, Kantor Perwakilan BI Bali
Prof. Bandem mengupas asal-usul Tari Legong dari tari Sanghyang Dedari, hingga pengakuannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO pada tahun 2015. Ia menekankan bahwa kekuatan Indonesia tidak hanya terletak pada ekonomi dan politik, tetapi juga pada kekayaan budaya yang terus hidup.
Anak Agung Mas Sudarningsih membahas bagaimana perkembangan teknologi dan digitalisasi membuka ruang baru bagi pelestarian seni tradisional. Ia menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai tradisional meski media penyampaiannya terus berkembang.
Sementara itu, Agus Mulyawan Dana menyampaikan bahwa Bank Indonesia terus melakukan evaluasi terhadap desain uang Rupiah, termasuk peningkatan unsur pengaman dan kualitas bahan agar uang lebih tahan lama dan sulit dipalsukan. Di era digital, transformasi sistem pembayaran juga dilakukan melalui implementasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) yang mendukung transaksi Cepat, Mudah, Murah, Aman, dan Andal (CEMUMUAH).
Sebagai bagian dari edukasi keuangan, BI Bali juga memperkenalkan program Eling Raga, sebuah inisiatif literasi keuangan yang mengajak masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dalam bertransaksi digital serta memahami pentingnya perlindungan konsumen.
Kegiatan widyatula ini menjadi bukti nyata sinergi antara budaya dan ekonomi, serta mengukuhkan peran seni tradisional sebagai pilar penting dalam membangun identitas dan kedaulatan bangsa melalui media yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat: uang Rupiah. (Red)