Medan |Nusantara Jaya News – Pimpinan Cabang Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (PC HIMMAH) Kota Medan menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Bank Mandiri Regional I/Sumatera 1 pada Senin, (21/7) dalam menyoroti dugaan praktik mafia perbankan yang berpotensi merugikan negara dengan total tagihan macet mencapai Rp 82 Miliar, melalui modus dugaan penyaluran kredit fiktif kepada PT BPSAT.
Berdasarkan hal itu, PC HIMMAH Medan menilai kasus ini sarat dengan kejanggalan yang sistematis. Setelah PT BPSAT dipailitkan oleh Pengadilan Niaga Medan pada 1 Februari 2024, bahwa pihak Bank Mandiri secara diduga melawan hukum nekat melelang aset jaminan hanya 11 hari kemudian, pada 12 Februari 2024. Ini merupakan dugaan pelanggaran terang-terangan terhadap Undang-Undang Kepailitan yang berlaku.
“Praktik culas ini tidak berhenti di situ. Dalam lelang tersebut, diduga telah terjadi konspirasi harga di mana aset hanya dilepas seharga Rp 10 Miliar. Anehnya, pemenang lelang bisa menjualnya kembali seharga Rp 17 Miliar hanya dalam kurun waktu dua bulan. Ini adalah indikasi kuat adanya dugaan persekongkolan untuk merampok aset dengan harga murah,” ujar Ketua PC HIMMAH Kota Medan, Imransyah Pasai, dalam orasinya yang berapi-api.
*Sindiran Keras untuk “Simfoni Keheningan” Aparat dan Regulator*
Lebih lanjut, Imransyah Pasai juga menyoroti lambatnya penanganan kasus ini oleh pihak berwenang, yang ia sebut sebagai sebuah “Simfoni Keheningan”.
“Sudah lebih dari 500 hari kasus ini disidik oleh Polda Sumut, namun hasilnya nol besar! Tidak ada tersangka! Mereka beralasan menunggu audit BPKP. Kami bertanya, audit macam apa yang perlu waktu selama ini? Sementara itu, OJK sebagai dirigen pengawasan seolah hanya menonton dari balkon VIP di Jakarta, dan Kejaksaan sebagai penuntut hanya menjadi pendengar yang pasif. Ini bukan lagi penegakan hukum, ini adalah dugaan pertunjukan sandiwara dimana semua instrumen negara memilih untuk diam saat uang rakyat dipertaruhkan!” tegas Imransyah.
*Analisis Dugaan Pelanggaran Hukum*
PC HIMMAH Medan menilai ada serangkaian aturan hukum yang secara terang-terangan diduga telah dilanggar dalam kasus ini, antara lain:
UU Tipikor (No. 31/1999 jo. No. 20/2001): Terutama terkait dugaan unsur kerugian keuangan negara dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat BUMN.
UU Kepailitan & PKPU (No. 37/2004): Terkait dugaan perbuatan melawan hukum dengan mengeksekusi aset yang telah masuk dalam sita umum pailit dan berada di bawah wewenang Kurator.
UU Perbankan (No. 10/1998): Terkait dugaan pelanggaran berat terhadap prinsip kehati-hatian (prudential banking) yang mengakibatkan kredit macet bernilai fantastis.
UU TPPU (UU No. 8 Tahun 2010): Terkait dugaan adanya aliran dana dari hasil lelang dan penjualan kembali aset yang patut dicurigai sebagai upaya pencucian uang.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Terkait potensi dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan.
Di akhir unjuk rasa, Ketua PC HIMMAH Medan mengutuk keras atas dugaan praktik mafia perbankan yang telah merugikan negara miliaran rupiah ini hanya demi keuntungan segelintir oknum dan golongan tertentu.
“Dalam waktu dekat, jika tidak ada progres yang signifikan, kami akan kembali menggelar aksi unjuk rasa yang lebih besar lagi. Hari ini pun, kekecewaan kami justru bertambah. Meskipun ada perwakilan dari Bank Mandiri yang menemui kami, pertemuan tersebut terbukti hanya sebuah formalitas yang sia-sia. Perwakilan yang diutus tidak memiliki pemahaman mendalam maupun wewenang untuk menjawab pertanyaan substantif kami, terutama mengenai apa langkah internal Bank Mandiri untuk membantu menuntaskan dugaan skandal ini. Sikap mereka yang hanya memberikan jawaban normatif ini semakin menguatkan dugaan kami bahwa ada upaya untuk menyembunyikan fakta yang sebenarnya.” pungkas Imransyah Pasai mengakhiri. (AH)