Probolinggo |Nusantara Jaya News – Kasus kematian seorang narapidana bernama Suharyono (23), warga Dusun Krajan, Desa Bandaran, Kabupaten Probolinggo, kembali menyorot kondisi dan transparansi di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Suharyono dilaporkan meninggal dunia setelah 15 hari sakit di dalam Tahanan (Rutan) Kelas IIB Kraksaan, namun pihak keluarga baru diberitahu ketika korban sudah menghembuskan napas terakhirnya.
Upaya klarifikasi dan koordinasi terkait kasus ini justru menemui hambatan. Pada Senin (26/8), sejumlah awak media bersama Direktur Karsa Nusantara Jaya mendatangi Rutan Kraksaan. Namun, kehadiran mereka tidak mendapat tanggapan layak. Bahkan, pihak humas berdalih sibuk dan Kepala Rutan pun tidak merespons meskipun sebelumnya telah ada permintaan resmi untuk bertemu. Media hanya diarahkan kepada staf, yang sebelumnya berjanji akan mempertemukan dengan pejabat terkait usai kegiatan, namun tak kunjung terealisasi.
Direktur Karsa Nusantara Jaya menegaskan, kedatangan mereka bersama para pimpinan redaksi semata-mata untuk klarifikasi. “Kami hanya ingin memastikan kronologi kematian almarhum Suharyono, serta meminta penjelasan terkait prosedur yang dijalankan pihak rutan. Seharusnya keluarga mendapatkan informasi sejak kondisi korban memburuk, bukan setelah ia meninggal dunia,” tegasnya.
“Bahkan salah satu dari pimpinan redaksi saat konfirmasi terkait kasus ini, di blokir oleh M.Bayu Hendaruseto selaku Karutan Kelas IIB Kraksaan” terang Direktur Karsa Nusantara Jaya.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar terkait komitmen lembaga pemasyarakatan dalam menjalankan kewajiban mereka. Menurut aturan yang berlaku, keluarga narapidana berhak memperoleh pemberitahuan jika tahanan mengalami gangguan kesehatan serius. Selain itu, standar pelayanan kesehatan di dalam rutan juga menjadi sorotan, mengingat banyak kasus serupa yang kerap terabaikan.
Masyarakat mendesak agar Kementerian Hukum dan HAM turun tangan melakukan investigasi menyeluruh. Transparansi dan akuntabilitas di balik jeruji besi harus ditegakkan, demi mencegah dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan memastikan setiap narapidana mendapatkan haknya, termasuk hak atas kesehatan dan informasi yang layak.
Kasus kematian Suharyono bukan hanya soal seorang napi yang kehilangan nyawanya, melainkan juga ujian bagi sistem pemasyarakatan di Indonesia: apakah benar-benar melindungi hak tahanan, atau justru menutup mata atas penderitaan mereka. (Red)