SURABAYA – Beberapa ekskavasi di wilayah Trowulan, seperti pada situs Klinterejo dan Kumitir, membuat rasa ingin tahu publik yang bisa berdecak kagum: seperti apa wujud peradaban kota raja Majapahit dalam struktur bangunan yang selama ini terpendam dan penuh misteri.
Yang terpendam dan telah tersingkap pun umumnya berupa struktur pagar tembok. Dalam ekskavasi sebelumnya, yang berada di kompleks Pusat Informasi Majapahit (PIM), memang menampakkan komplek tempat tinggal. Ada struktur tembok, jalan setapak dan bahkan ada tempat air yang terbuat dari terakota. Peninggalan dari era Majapahit itu adalah dari kisaran abad 14 M.
Sementara di Eropa, zaman Romawi berlangsung dari sekitar abad ke-8 SM hingga abad ke-5 M untuk Kekaisaran Romawi Barat, dan terus berlanjut hingga abad ke-15 M untuk Kekaisaran Romawi Timur.
Nijmegen
Di kota kuno Nijmegen Belanda bisa menjadi perbandingan atas upaya ekskavasi. Nijmegen adalah kota tertua di Belanda dan berlokasi di tepi sungai besar Waal di provinsi Gelderland, dekat perbatasan Jerman. Kota ini didirikan oleh Romawi dengan nama Noviomagus (artinya “pasar baru”) dan memiliki sejarah kaya yang mencapai lebih dari 2000 tahun. Disana memang masih ada pasar dengan menjaga struktur bangunan bangunan lama.
Meskipun sebagian besar pusat kota tua Nijmegen hancur akibat bom Sekutu pada Perang Dunia II, Nijmegen tetap dikenal sebagai kota yang dinamis dengan suasana muda, banyak acara, dan aktivitas luar ruangan.
Sebagai kota tertua di Belanda, Nijmegen memang didirikan oleh bangsa Romawi dan telah merayakan ulang tahun ke-2000 pada tahun 2005. Seperti apa wujud peninggalan Romawi itu.
Kota Romawi Yang Terpendam
Ada bangunan Romawi, yang sebelumnya terpendam, kini sudah terkuak dan bisa dimasuki untuk melihat dari dekat bangunan hasil peradaban Romawi itu. Tentu saja untuk memasuki rumah Romawi dari abad 1 itu, pengunjung harus turun masuk ke perut bumi.
Menariknya di atas area bawah tanah ini telah berdiri bangunan baru yang menjadi satu paket sebagai pendukung wisata kota kuno Nijmegen. Jadi, sebelum masuk ke perut bumi untuk melihat dan merasakan sensasi kota kuno, pengunjung harus masuk ke dalam bangunan baru di atasnya sebagai pendukung wisata sejarah termasuk membayar tiket masuk ke peradaban Romawi.
Dari bangunan baru inilah, terdapat tangga menurun masuk ke perut bumi untuk melihat kota kuno. Di dalamnya tidak cuma sekedar pagar tembok (talud) seperti yang kita ketahui di Trowulan. Tetapi ada bangunan bekas kastil.
Masuk Perut Bumi

Menyusuri bangunan kuno bawah tanah ini bagai menyusuri setiap ruang dalam sebuah kastil. Keberadaan kastil ini sebagaimana dipamerkan miniatur bangunan kastil yang pernah berdiri disini.
Bangunan kuno eks kastil Romawi ini masih beratap dengan model relung relung, ada tangga tangga penghubung antar elevasi ruangan. Ruang ruang ini memang ruang dalam kastil dulunya. Selain bangunan fisik, juga ada duplikat tombak tombak sebagai persenjataan kastil.
Pada dinding dinding dalam kastil terdapat infografis yang tidak ditempel (dipaku) dan sejenisnya, tapi menggunakan teknologi cahaya yang disorotkan pada media dinding kuno.
Memasuki kota kuno bawah tanah di Nijmegen, pengunjung diajak merasakan betul bagaimana peradaban Romawi di kota Nijmegen, Belanda.
Ketika (penulis) ikut merasakan masuk ke dalam eks kastil Romawi yang terpendam ini, penulis teringat kota kuno Majapahit, yang juga terpendam. Andai beberapa ekskavasi di Trowulan ini bisa berujung sampai ke sebuah rekonstruksi, maka akan lebih realistis lah peradaban Majapahit itu.
Di Nijmegen, orang dari abad 21 bisa menikmati kemewahan kastil dari abad 1. Ada 20 abad (2000 tahun) berselang antara zaman Romawi dan zaman modern.
Berkat upaya pembangunan kembali yang teliti, Nijmegen berhasil mempertahankan karakter kota yang hangat dan hidup.
Kita menanti akan dibawa kemana ekskavasi peradaban Majapahit. Hubungan kebudayaan Indonesia dan Belanda kiranya akan bisa menjadi jembatan rekonstruksi itu. (nng)