Nusantara jaya news|Medan — Satu pekan setelah aksi besar-besaran menuntut penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL) pada Senin, 10 November 2025, Sekber Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis Sumut kembali bersuara. Melalui konferensi pers di Kantor JPIC Jalan Monginsidi Medan, Senin sore (17/11/2025), mereka menegaskan bahwa janji Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, tidak boleh berhenti pada pernyataan di media.
Konferensi pers bertema “Selamatkan Ekologi Danau Toba” ini menghadirkan sejumlah tokoh: Pastor Walden Sitanggang OFM Cap, Rocky Pasaribu, Jhontoni Tarihoran, dan Lamsiang Sitompul SH MH.
Menagih Janji Gubernur
Pastor Walden mengingatkan bahwa ribuan masyarakat yang turun ke jalan bukan sekadar menyampaikan protes, tetapi membawa tuntutan serius terkait dampak kehadiran PT TPL.
“Pak Gubernur sudah menyampaikan tiga poin penting: mengevaluasi izin dan operasional TPL secara menyeluruh, merekomendasikan penutupan jika ditemukan pelanggaran, serta turun langsung ke wilayah konflik seperti Sihaporas,” ujarnya.
“Namun sudah satu minggu berlalu, belum satu pun poin itu kami lihat dijalankan.”
Menurut Pastor Walden, jika dalam bulan ini tidak ada langkah nyata, Sekber siap kembali mengerahkan aksi lanjutan.
Ia juga menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan untuk kepentingan kelompok, tetapi untuk masa depan masyarakat dan kelestarian alam Danau Toba. “Kami berpolitik, iya. Tapi politik untuk memperjuangkan hidup masyarakat dan keutuhan ciptaan,” tegasnya.
Sorotan Lamsiang Sitompul: Ekosistem, Tanah Adat, dan Konflik
Ketua Umum DPP HBB, Lamsiang Sitompul, menilai sejumlah persoalan yang harus segera direspons pemerintah. Salah satunya soal penanaman ekaliptus yang disebutnya tidak sesuai dengan ekosistem Danau Toba.
“Monokultur itu tidak sehat. Ekaliptus boros air, dan tidak mendukung keberagaman hayati yang menjadi dasar sebuah ekosistem yang sehat,” jelasnya.
Ia juga menyinggung dugaan perampasan tanah-tanah milik masyarakat yang sudah turun-temurun tinggal di kawasan itu.
“Bagaimana mungkin masyarakat yang sudah ada sejak zaman nenek moyang tiba-tiba tidak punya tanah, sementara pendatang bisa mendapat hak atas tanah?” katanya.
Lamsiang menilai keberadaan TPL tidak hanya menimbulkan konflik agraria, tetapi juga memecah belah masyarakat Batak, bahkan memicu kriminalisasi. “Setiap ada konflik, selalu masyarakat yang ditangkap. Pihak perusahaan aman-aman saja,” ujarnya.
Ia menegaskan Sekber siap menyerahkan data dan bukti jika Gubernur membutuhkannya. “Kami yakin Pak Gubernur akan berani mengeluarkan rekomendasi penutupan TPL.”
Rocky dan Jhontoni: Konflik Akan Terus Membesar
Rocky Pasaribu menilai jika pemerintah tidak bergerak cepat, konflik akan terus meruncing.
“Eskalasi kemarin baru puncak kecil dari gunung es,” ujarnya.
Sementara Jhontoni Tarihoran memastikan bahwa perjuangan Sekber belum selesai. Aksi besar 10 November, katanya, adalah awal dari rangkaian upaya panjang untuk mempertahankan tanah leluhur dan melindungi lingkungan hidup.
“Kami tidak akan berhenti. Kami akan terus menyuarakan hak masyarakat dan menjaga kelestarian Tanah Batak.”(IHB)


****************************************










