Bali |Nusantara Jaya News – ASITA (Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia) Bali meluncurkan Calendar of Event 2026 yang bertajuk “2nd ASITA Year End Gathering”, pada senin (22/12/2025) di The Laguna, a Luxury Collection Resort & Spa, Nusa Dua, Badung Bali.
Acara ini bertujuan mempererat silaturahmi dan memperkuat kolaborasi antar anggota, pemerintah, serta stakeholder pariwisata untuk menyambut tahun baru. Acara ini juga berfungsi sebagai sarana kolaborasi strategis bagi seluruh pemangku kepentingan pariwisata di Bali dan berkomitmen mendukung pariwisata dan budaya Indonesia.
Ketua DPD ASITA Bali, I Putu Winastra, pada kesempatan tersebut menyampaikan year and gathering ini memang menjadikan salah satu event untuk anggota ASITA dimana selama setahun bekerja perlu dilakukan refresh dan laporan sehingga anggota bisa saling sharing terkait situasi pariwisata.
“Event ini menjadi salah satu event kolaborasi sesama steakholder dengan pemerintah. Kami menyampaikan Inside terkait pariwisata 2024-2025 dan juga Outlook 2026 sehingga kami mendapatkan sebuah gambar yang lebih jelas trend pariwisata kedepan itu seperti apa, tidak semata – mata kita berjalan di sebuah kegelapan dan memang dari inside yang kami berikan ternyata anggota ASITA yang berjumlah 354 bisa memberikan kontribusi sebesar 65% dari total kunjungan pariwisata yang datang ke Bali,”jelasnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan, ASITA Bali adalah sebuah industri usaha yang menyiapkan paket-paket wisata itu and to and dari hulu ke hilir tidak satu point saja, dimana platform hanya mengambil sebagian daripada produk yang dijual secara menyeluruh.
Ada beberapa tantangan destinasi yang masih dihadapi ASITA yang membutuhkan peran pemerintah sebagai regulator antara lain adanya
Overcrowded di Canggu, Ubud, Kuta, Transport dan traffic yang menjadi isu utama persepsi wisman, Ancaman travel agent, transport, guide dan akomodasi ilegal, Kualitas SDM yang bervariasi (hospitality, safety, sustainability), Kapasitas daya dukung lingkungan yang makin tertekan (degradasi lingkungan seperti sampah, air, dan over develop) dan Komersialisasi budaya risiko hilangnya authenticity.
“Pemerintah seharusnya memiliki satu institusi atau Public Relation yang bisa menyampaikan sesuatu yang riil tetapi ber-etika. Kita mengakui ada sesuatu tetapi bagaimana pemerintah melakukan langkah-langkah agar isu isu liar tidak menyebar. Selain itu semua orang harus bersama- sama saling mensupport jangan mengekpose sesuatu yang jelek terhadap destinasi. karena jika hal itu kita besar-besarkan akan menjadi kerugian kita bersama,”imbuhnya.
Ia berharap, Bali tidak lagi berbicara number tetapi bagaimana untuk bisa mendatangkan wisatawan yang berkualitas, wisatawan yang mendukung warisan budaya, yang memberikan kontribusi kepada lokal community, dan respect terhadap lokal roll dan lokal wisdom.(tik)


****************************************












