banner 1000x130 **************************************** banner 1000x130

Fraksi Golkar MPR RI Gelar Lokakarya Akademik Bahas Strategis Pengembangan Obligasi Daerah

banner 2500x130 banner 2500x130 banner 1000x130

Badung |Nusantara Jaya News – Fraksi Golkar MPR RI mengadakan lokakarya akademik, pada senin (1/12/225) di Hotel Aston Kuta, Badung Bali untuk membahas strategi pengembangan obligasi daerah. Diskusi ini menyoroti potensi obligasi daerah sebagai salah satu alternatif pembiayaan permodalan pembangunan daerah di Indonesia.

Fraksi Golkar, mendorong pembentukan Undang-Undang tentang Obligasi Daerah, menunjukkan pandangan bahwa momentum untuk instrumen keuangan ini sudah tepat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.

banner 300x250

Sekretaris Fraksi Partai Golkar MPR RI. H. Ferdiansyah, S.E., M.M., menjelaskan bahwa Pengembangan obligasi daerah tentu sangat bertalian erat dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi, yakni dalam Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945).

Pasal 18 ayat (2) mengamanatkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pasal 18A ayat (2) menegaskan tentang pentingnya hubungan keuangan yang selaras dan adil antara
pemerintah pusat dan daerah berdasarkan undang-undang.

“Selain itu, Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea keempat menegaskan bahwa tujuan bernegara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan mengembangkan obligasi daerah guna mewujudkan kemandirian ekonomi
daerah dalam bingkai NKRI, karena dapat mempercepat pembangunan daerah
sekaligus mengurangi ketimpangan fiskal antarwilayah,”jelas Ferdiansyah.

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sistem desentralisasi memberikan ruang bagi daerah untuk berkembang secara mandiri.
Namun, kendala utama dalam pelaksanaan pembangunan di daerah adalah keterbatasan anggaran. Salah satu alternatif pembiayaan yang dapat digunakan untuk menutupi kekurangan tersebut adalah melalui penerbitan
obligasi daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 154 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yaitu “Pembiayaan utang daerah terdiri atas: a. Pinjaman Daerah; b. Obligasi Daerah; dan c. Sukuk Daerah.”

Pengembangan instrumen ini diharapkan mampu memperkuat kemandirian
ekonomi daerah serta mendukung pemerataan pembangunan nasional. Namun ada beberapa tantangan yang dihadapi daerah dalam mewujudkan kemandirian ekonomi daerah antara lain, keterbatasan sumber daya fiskal, lemahnya kapasitas perencanaan dan penganggaran, rendahnya inovasi pembiayaan daerah, dan ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah pusat.

“Pengembangan obligasi daerah dapat menjadi solusi strategis untuk mengurangi ketergantungan tersebut. Selain itu, pengembangan obligasi daerah juga dimaksudkan untuk mendorong daerah-daerah yang memiliki potensi dari segi kapasitas fiskal dan dari sisi pengelolaan keuangan yang baik, untuk menggunakan alternatif pembiayaan melalui obligasi daerah sehingga dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan percepatan pembangunan infrastruktur daerah,”imbuhnya.

Sementara itu salah satu anggota komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Gde Sumarjaya Linggih pada kesempatan tersebut mengatakan, setelah UU ini dibentuk dan di sahkan, Ia mengingatkan agar dana obligasi daerah yang terkumpul bisa dipergunakan dengan benar untuk pembangunan daerah.

Dikatakannya saat ini, Bali masih mengalami ketimpangan ekonomi antara Bali Selatan dengan Bali Utara, Timur, dan Barat. Dana obligasi daerah yang ada bisa membantu ketimpangan ekonomi dengan melakukan pembangunan di daerah Bali utara, Bali Barat dan juga Bali timur. Sehingga akan tercipta pembangunan yang merata di seluruh Kabupaten di Bali.

“kita tahu sekarang ini pertumbuhan di Bali ini sangat tidak berkualitas, pertumbuhan sekarang ini hanya di Bali selatan dan ini karena kesalahan Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah memberikan kewenangan kepada kabupaten atau kota yang mana akhirnya PHR itu dinikmati oleh kabupaten atau kota itu sendiri. misalnya di Bali selatan Pertumbuhannya tinggi sedangkan di Bali Utara Pertumbuhannyaya rendah . Untuk itu dana Obligasi daerah itu harus bisa dipergunakan untuk pertumbuhan yang berkwalitas kalau tidak berkualitas maka sama juga akhirnya tidak tepat sasaran, “jelas Sumarjaya Linggih.

Lebih lanjut, Ia menyarankan agar pemerintah daerah lebih fokus membangun untuk Bali utara seperti pembangunan Bandara. Adanya Bandara di Bali Utara tentu mempercepat perjalanan wisatawan menuju obyek wisata seperti bedugul, Tulamben, dan kintamani.(tik).

banner 1000x130
banner 1000x130 banner 2500x130