Surabaya |Nusantara Jaya News – Ketua Arek Suroboyo Bergerak (ASB), Diana Samar, bersama tim pendamping hukum mendatangi Polres Pelabuhan Tanjung Perak pada Senin (1/12/2025) untuk meminta klarifikasi atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang berlangsung di kawasan Bratang Wetan dan berujung ricuh. Mereka diterima langsung oleh Kasi Propam Polres Pelabuhan Tanjung Perak, IPTU Tri Asmoro, bersama Kasihumas dan anggota Polres Tanjung Perak di ruang diskusi.
Kericuhan ini merupakan buntut dari rangkaian kejadian pada Jumat malam (28/11/2025) ketika tim pendamping mendatangi sebuah rumah kos di Bratang Wetan No. 50, tempat tinggal seorang terduga pelaku dugaan penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan surat kuasa resmi dari klien, pihak pendamping datang untuk meminta video klarifikasi berdurasi maksimal 10 menit dan berupaya menyelesaikan permasalahan secara damai.
Namun sejak siang hari, pihak yang hendak dimintai klarifikasi terus menghindar dan diduga akan melarikan diri. Tim pendamping kemudian menunggu di depan rumah kos tersebut dengan cara sopan dan tetap sesuai prosedur.
Sekitar pukul 16.00 WIB, pendamping berkoordinasi dengan RT dan RW setempat untuk memberikan penjelasan dan meminta dukungan penyelesaian secara kekeluargaan. Aparat lingkungan merespons positif upaya tersebut.
Pada pukul 19.30 WIB, pendamping juga menghubungi Polsek Wonokromo untuk meminta mediasi. Hasil koordinasi menetapkan bahwa mediasi akan dilakukan keesokan harinya, Sabtu (29/11/2025) pukul 09.00 WIB, dengan menghadirkan Bhabinkamtibmas, Satpol PP, serta RW setempat.
Situasi berubah tegang ketika sekitar pukul 23.00 WIB, seorang pria tiba-tiba datang dan mengaku sebagai anggota Unit Jatanras Polrestabes Surabaya. Pria yang kemudian diketahui bernama Khalifah Nasif itu diduga kuat dalam pengaruh alkohol—tercium bau alkohol dari mulutnya—serta tampil arogan tanpa menunjukkan kartu identitas maupun surat tugas resmi (sprint).
Oknum tersebut berteriak-teriak, menantang awak media yang tengah meliput, serta mengusir anggota pendamping secara kasar. Ia bahkan menyita surat kuasa resmi dari pendamping tanpa dasar hukum dan mengaku sebagai “penguasa Surabaya.” Padahal, informasi lapangan menunjukkan bahwa wilayah tugasnya berada di lingkup Polres Tanjung Perak, bukan Polrestabes Surabaya.
Ketegangan semakin meningkat saat oknum tersebut secara tiba-tiba membawa kabur terduga pelaku yang sebelumnya akan dimintai klarifikasi. Tidak berhenti di situ, rekan-rekan oknum tersebut diduga melakukan pelecehan verbal dan tindakan fisik yang tidak pantas terhadap Ketua Umum ASB, Diana Samar, yang juga menjabat sebagai Ketua Lemkari Gresik, OKK LSM Perempuan LIRA Jawa Timur, serta Wakil Bendahara DPC Gerindra Surabaya.
Pihak pendamping menilai tindakan tersebut tidak hanya menciderai etika kepolisian, tetapi juga berpotensi memicu konflik horizontal di masyarakat serta merusak hubungan baik antara ormas dan Polri.
Pendamping hukum merinci sedikitnya 11 tindakan tidak profesional yang dilakukan oknum tersebut, antara lain:
1. Diduga dalam keadaan mabuk alkohol saat berada di lokasi.
2. Menantang awak media yang mendokumentasikan kejadian.
3. Bertindak tidak sopan dan tidak beretika dalam berkomunikasi.
4. Menyita surat kuasa resmi tanpa dasar dan tanpa sprint.
5. Mengaku sebagai anggota Jatanras Polrestabes Surabaya padahal wilayah tugasnya berada di Polres Tanjung Perak.
6. Menyorot mata warga dan pendamping menggunakan senter secara intimidatif.
7. Membawa kabur terduga pelaku penggelapan.
8. Membiarkan terjadinya pelecehan verbal dan fisik terhadap Ketua ASB.
9. Merusak hubungan harmonis antara Polri dan ormas.
10. Mengusir pendamping hukum namun membawa orang tak dikenal ke lokasi.
11. Memicu potensi konflik horizontal di masyarakat.
Ketua ASB, Diana Samar, dalam pertemuan di Polres KP3, menegaskan bahwa pihaknya tetap percaya pada institusi Polri:
“Kami Arek Suroboyo Bergerak sangat mengapresiasi langkah Polres KP3. Saya percaya penuh bahwa polisi mampu menyelesaikan kasus ini dengan baik. Jangan sampai adanya oknum ini menjadi patokan menilai seluruh polisi. Kita semua harus introspeksi diri agar sinergi antara masyarakat dan Polri tetap kuat.” ujar Diana. Senin (1/12).
Sebagai bentuk keberatan atas insiden ini, pihak pendamping menyampaikan beberapa tuntutan:
1. Sanksi tegas kepada oknum sesuai aturan Polri, termasuk evaluasi jabatan dan penundaan kenaikan pangkat.
2. Pemindahan oknum dari wilayah tugas Surabaya agar tidak terjadi kejadian serupa dan menjaga hubungan masyarakat–Polri tetap kondusif.
3. Pengungkapan identitas orang-orang yang datang bersama oknum tersebut. Jika terbukti anggota Polri, diminta diberi sanksi tegas; jika warga sipil, diminta diproses hukum atas dugaan persekusi, pelecehan, dan penghalangan kuasa pendampingan.
Diana menegaskan bahwa seluruh proses telah diserahkan sepenuhnya kepada Polri untuk ditangani berdasarkan hukum yang berlaku. (Red)


****************************************












