banner 1000x130 **************************************** banner 1000x130

Multiliterasi dan penggunaan teknologi dalam pembelajaran Indonesia

banner 2500x130 banner 2500x130 banner 1000x130

Oleh: Febry Yanti Br Ginting. S

Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara masyarakat berinteraksi dan memperoleh informasi. Dampak perubahan ini terasa jelas dalam dunia pendidikan. Berbagai kebijakan pemerintah mendorong penggunaan media digital sebagai bagian dari proses belajar, mulai dari penyajian materi visual hingga penggunaan platform interaktif. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran di Indonesia sedang bergerak menuju model yang lebih fleksibel, kreatif, dan sesuai dengan kompetensi abad 21. Namun, kesiapan peserta didik maupun pendidik dalam memanfaatkan teknologi masih belum merata.

banner 300x250

Dalam pengalaman observasi yang dilakukan, penulis menemukan bahwa penggunaan teknologi sudah mulai melekat dalam kegiatan belajar sehari-hari. Tutor menggunakan Canva untuk menyajikan materi dengan tampilan menarik, memakai Quizizz untuk memberikan kuis interaktif, dan memanfaatkan WhatsApp sebagai sarana komunikasi serta penguatan materi. Kehadiran media digital tersebut membuat suasana belajar lebih dinamis peserta didik terlihat lebih fokus, tertarik, dan berani terlibat dalam diskusi.

Namun, dari pengamatan tersebut, penulis juga melihat beberapa tantangan yang masih sering muncul di lapangan. Sebagian mengalami kendala jaringan atau perangkat, sementara yang lainnya masih merasa canggung dan membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Di sisi lain, pendidik juga perlu meningkatkan keterampilan digital agar pemanfaatan teknologi tidak berhenti pada penggunaan dasar saja. Kondisi ini menggambarkan bahwa kesenjangan literasi teknologi di Indonesia masih harus menjadi perhatian bersama.

Pemikiran Sudirman dan Mahfuzi tentang pendidikan multiliterasi membantu penulis memahami situasi tersebut dengan lebih menyeluruh. Menurut mereka, multiliterasi bukan hanya kemampuan menggunakan perangkat digital, tetapi mencakup literasi visual, informasi, budaya, kolaborasi, serta kemampuan berpikir kritis. Teknologi dipandang sebagai alat untuk memperkuat kualitas pembelajaran, bukan sekadar media yang mempercantik tampilan materi. Dengan pendekatan multiliterasi, peserta didik diharapkan mampu memahami informasi dari berbagai bentuk dan menghubungkannya dengan pengalaman serta konteks sosial mereka.

Dalam praktik pembelajaran yang diamati, konsep multiliterasi tampak nyata. Canva membantu peserta didik melihat hubungan antara visual dan pemahaman. Quizizz bukan hanya menjadi alat evaluasi, tetapi melatih ketangkasan berpikir dan refleksi diri. WhatsApp memperluas ruang komunikasi sehingga peserta didik dapat berdiskusi kapan saja. Ketiga media ini membuktikan bahwa teknologi sederhana sekalipun dapat meningkatkan kualitas pembelajaran bila digunakan dengan tepat.

Untuk menguatkan multiliterasi di lingkungan belajar, pendidik perlu mendapatkan pelatihan berkelanjutan agar mampu merancang pembelajaran berbasis teknologi yang sesuai kebutuhan. Peserta didik juga perlu diberikan ruang untuk menghasilkan karya digital seperti poster, presentasi, atau video pendek sebagai bentuk ekspresi multiliterasi. Selain itu, pemerataan akses internet dan perangkat menjadi faktor penting agar semua peserta memiliki kesempatan belajar yang sama.

Dari keseluruhan pengalaman observasi, penulis melihat bahwa integrasi teknologi membuka peluang besar untuk meningkatkan multiliterasi. Namun keberhasilan pembelajaran tidak hanya bergantung pada aplikasi atau perangkat, melainkan pada bagaimana teknologi. digunakan secara bermakna. Ketika pendidik mampu mengombinasikan teknologi dengan pendekatan yang humanis, pembelajaran akan menjadi lebih inklusif dan relevan.

Dengan demikian, penguatan multiliterasi melalui literasi teknologi menjadi langkah penting dalam pendidikan Indonesia. Pembelajaran yang memadukan kreativitas, kolaborasi, teknologi, dan nilai kemanusiaan akan membantu membentuk generasi yang mampu beradaptasi, berpikir kritis, dan siap menghadapi perubahan zaman.

Penguatan multiliterasi berbasis teknologi tidak terpisahkan dari perkembangan ekosistem pendidikan digital. Transformasi ini menggeser peran peserta didik dari penerima informasi menjadi pembelajar aktif yang mengeksplorasi, berkolaborasi, dan memproduksi pengetahuan melalui media digital. Teknologi memberi akses luas ke berbagai sumber belajar seperti artikel, video, infografis, dan platform global yang membantu mengembangkan keterampilan analitis.

Namun, keberhasilan proses tersebut sangat bergantung pada peran pendidik sebagai fasilitator. Tutor yang memahami prinsip multiliterasi dapat memanfaatkan teknologi bukan hanya untuk permainan kuis atau penyampaian materi, tetapi untuk mendorong pemikiran reflektif, penalaran, dan penerapan konsep dalam konteks nyata. Dalam dunia kerja modern, keterampilan multiliterasi seperti membaca data, bekerja kolaboratif di ruang digital, dan menghasilkan konten kreatif menjadi kebutuhan dasar, sehingga penguatan multiliterasi sejak pendidikan dini menjadi investasi penting bagi masa depan SDM Indonesia.

Multiliterasi juga berperan dalam membentuk warga yang cerdas secara digital. Di tengah maraknya hoaks dan manipulasi informasi, peserta didik perlu memiliki kemampuan menilai kredibilitas sumber, memahami konstruksi pesan, serta menjaga etika digital. Teknologi bahkan mendukung pembelajaran yang lebih inklusif dengan menyediakan berbagai bentuk media yang sesuai dengan ragam gaya belajar.

Meski begitu, dukungan kebijakan tetap penting. Kurikulum multiliterasi perlu dirumuskan secara jelas, infrastruktur digital harus merata, dan budaya literasi digital harus dibangun secara kolektif di sekolah maupun keluarga. Selain menjadi konsumen informasi, peserta didik juga. perlu dilatih sebagai produsen konten melalui pembuatan video, poster, atau presentasi digital yang memadukan kreativitas, berpikir kritis, dan kecakapan teknis.

Komunikasi antara tutor dan peserta didik termasuk melalui WhatsApp juga menjadi bagian penting ekosistem multiliterasi karena memungkinkan umpan balik cepat dan diskusi berkelanjutan. Ke depan, multiliterasi berbasis teknologi akan menjadi kebutuhan inti pendidikan, bukan sekadar pelengkap. Ketika kompetensi pendidik, kesiapan peserta didik, infrastruktur, dan kebijakan bergerak sejalan, pendidikan Indonesia berpeluang menghasilkan generasi yang bukan hanya melek teknologi, tetapi mampu berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan beretika.

Penulis Adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Masyarakat Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan.

PENULIS : Mahasiswa Universitas Negeri Medan

 

banner 1000x130
banner 1000x130 banner 2500x130