Oleh: Ribkah Panjaitan
Perubahan besar dalam dunia pendidikan saat ini tidak hanya terjadi pada metode mengajar, tetapi juga pada cara peserta didik berinteraksi dengan informasi. Di Indonesia, perkembangan teknologi yang semakin cepat telah mendorong dunia pendidikan untuk bertransformasi ke arah model pembelajaran digital, terutama setelah pandemi COVID-19 yang memaksa sekolah dan lembaga pendidikan beralih ke pembelajaran daring. Fenomena ini menunjukkan bahwa teknologi bukan lagi pilihan tambahan, melainkan kebutuhan dalam ekosistem pendidikan modern. Namun, kenyataannya masih terdapat ketimpangan literasi digital di Indonesia, baik pada peserta didik maupun pendidik, sehingga implementasi pembelajaran berbasis teknologi belum merata dan optimal.
Berdasarkan pengalaman observasi multiliterasi yang di lakukan, penggunaan aplikasi seperti Quizizz dan Canva mampu menciptakan suasana belajar yang lebih menarik, interaktif, dan relevan dengan gaya belajar generasi digital. Canva membantu penyampaian materi menjadi lebih visual, sedangkan Quizizz membuat evaluasi pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan kompetitif tanpa menghilangkan esensi akademiknya. Namun, hasil observasi juga menunjukkan bahwa tidak semua peserta didik memiliki kemampuan atau sarana untuk mengikuti pembelajaran berbasis teknologi. Beberapa siswa masih mengalami kesulitan karena keterbatasan perangkat, koneksi internet, ataupun kurangnya pengalaman menggunakan aplikasi digital.
Dalam konteks ini, dapat lihat bahwa teori multiliterasi mengisi celah antara pembelajaran tradisional dan pembelajaran abad ke-21. Menurut Sudirman dalam bukunya Pendidikan Multiliterasi, multiliterasi tidak hanya membahas kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga kemampuan memahami, mengolah, dan memproduksi informasi melalui berbagai media digital. Hal ini sejalan dengan gagasan Mahfuzi yang menyatakan bahwa multiliterasi harus dibangun melalui tiga pilar utama: teknologi, budaya, dan kreativitas, sehingga peserta didik tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta pengetahuan yang kritis dan bertanggung jawab.
Melihat realitas tersebut, dapat memahami bahwa tantangan terbesar pembelajaran multiliterasi bukan pada kurangnya teknologi, melainkan pada kesiapan sumber daya manusia baik guru maupun peserta didik. Guru masih perlu meningkatkan keterampilan digital agar dapat merancang pembelajaran berbasis teknologi yang efektif dan bermakna. Sementara itu, peserta didik harus dibimbing agar mampu menggunakan teknologi secara etis, bertanggung jawab, dan produktif. Oleh karena itu, pelatihan literasi digital bagi pendidik dan penyediaan sarana pembelajaran bagi siswa perlu menjadi prioritas.
Solusi utama bukan sekadar menambah perangkat atau aplikasi, tetapi membangun pola pikir pendidikan yang adaptif dan responsif terhadap perkembangan zaman. Guru perlu menjadi fasilitator yang membuka ruang kolaborasi, berpikir kritis, serta kreativitas dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis proyek kreatif, kolaboratif, dan aplikatif dapat menjadi alternatif untuk mengembangkan multiliterasi peserta didik dalam konteks nyata.
Transformasi pembelajaran melalui pendekatan multiliterasi menuntut perubahan paradigma dari semua pihak. Guru harus berani keluar dari pola mengajar tradisional dan beralih menjadi pembimbing yang memfasilitasi eksplorasi digital. Lembaga pendidikan perlu membuka ruang inovasi yang mendorong kolaborasi antarpendidik dan peserta didik. Pemerintah juga memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan kebijakan yang mendorong pemerataan akses teknologi serta pengembangan ekosistem pendidikan digital yang inklusif. Penerapan multiliterasi tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus berjalan seiring dengan pembangunan karakter, kreativitas, dan tanggung jawab sosial.
Secara keseluruhan, bahwa masa depan pendidikan Indonesia harus bergerak menuju pembelajaran multiliterasi yang holistik, inklusif, dan berbasis teknologi. Dengan kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, guru, dan masyarakat, pembelajaran multiliterasi dapat menjadi fondasi penting untuk mencetak generasi yang melek teknologi, berpikir kritis, kreatif, adaptif, dan mampu bersaing dalam dunia digital yang terus berkembang.
Penulis adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Masyarakat Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan
PENULIS : Mahasiswa Universitas Negeri Medan


****************************************












