Opini : Chalerina Simorangkir
Peta multiliterasi adalah alat yang digunakan untuk memvisualisasikan informasi dalam berbagai bentuk, seperti teks, gambar, grafik, dan multimedia. Dengan menggunakan peta multiliterasi, seseorang dapat memahami informasi dengan lebih baik dan menyeluruh. Menurut pendapat saya, kebutuhan peta multiliterasi sangat penting di era digital ini.
Dengan adanya berbagai macam informasi yang tersedia di internet, kita perlu memiliki kemampuan untuk mengolah informasi tersebut dengan baik. Peta multiliterasi dapat membantu kita dalam memahami informasi secara holistik dan mempermudah proses belajar.
Selain itu, peta multiliterasi juga dapat membantu kita dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Dengan melihat informasi dari berbagai sudut pandang dan menghubungkannya secara visual, kita dapat mengembangkan kemampuan analisis dan sintesis yang penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa kebutuhan peta multiliterasi merupakan suatu keharusan dalam menghadapi era informasi yang semakin kompleks dan dinamis.
Dengan menggunakan peta multiliterasi, kita dapat menjadi pembelajar yang lebih efektif dan adaptif dalam menghadapi perubahan yang terus terjadi di dunia ini. Selain itu, memiliki peta multiliterasi juga dapat membantu kita untuk lebih mudah berkomunikasi dengan orang lain, karena kita dapat menggunakan berbagai macam media dan teknologi untuk menyampaikan ide dan gagasan kita dengan lebih efektif.
Saya percaya bahwa membutuhkan peta multiliterasi adalah suatu hal yang penting dan bermanfaat bagi perkembangan diri kita di era digital ini.
Dalam era globalisasi yang penuh dengan informasi yang cepat berubah dan berlimpah, kemampuan literasi dasar seperti membaca dan menulis tidak lagi cukup untuk memenuhi tuntutan masyarakat modern. Kita hidup dalam dunia yang menuntut individu untuk memiliki keterampilan dalam berbagai bentuk literasi—mulai dari literasi digital, literasi media, hingga literasi keuangan. Inilah yang dikenal sebagai multiliterasi.
Dalam konteks ini, muncul kebutuhan mendesak untuk mengembangkan peta multiliterasi yang komprehensif dan adaptif, yang dapat membimbing individu dalam mengembangkan keterampilan literasi yang relevan dengan kebutuhan abad ke-21.
Multiliterasi adalah konsep yang mengakui bahwa literasi bukan lagi sekadar kemampuan untuk membaca dan menulis dalam bahasa yang dominan, melainkan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan berbagai teks dan media dalam konteks yang beragam. Hal ini mencakup literasi visual, digital, media, teknologi, dan bahkan literasi lingkungan. Dengan semakin beragamnya bentuk komunikasi dan representasi informasi, multiliterasi menjadi keterampilan yang esensial dalam memahami dan menavigasi dunia modern.
Dengan berbagai bentuk literasi yang harus dikuasai oleh individu, muncul tantangan dalam bagaimana cara mengembangkan keterampilan ini secara efektif. Di sinilah pentingnya peta multiliterasi—sebuah kerangka kerja yang dapat membantu individu dan pendidik untuk mengidentifikasi keterampilan literasi yang perlu dikembangkan, serta cara-cara untuk mencapainya.
Tanpa peta yang jelas, ada risiko bahwa upaya dalam mengembangkan multiliterasi akan menjadi tidak fokus dan tidak efektif.
Bill Cope dan Mary Kalantzis adalah dua ahli pendidikan yang mengemukakan konsep multiliterasi dalam bukunya “Multiliteracies: Literacy Learning and the Design of Social Futures” mereka menyatakan bahwa literasi tradisional, yang hanya fokus pada kemampuan membaca dan menulis dalam satu bahasa, tidak lagi memadai di era globalisasi dan perkembangan teknologi.
Mereka menekankan pentingnya menguasai berbagai bentuk literasi, termasuk literasi digital, visual, dan multimodal, agar individu dapat berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang semakin beragam dan terhubung. Multiliterasi memungkinkan orang untuk memahami dan berinteraksi dengan berbagai bentuk teks dalam konteks budaya, bahasa, dan media yang berbeda.
“The New London Group” adalah sekelompok ahli pendidikan dan bahasa yang pada tahun 1996 memperkenalkan konsep “pedagogi multiliterasi” melalui artikel mereka, A Pedagogy of Multiliteracies: Designing Social Futures.
Dalam penelitian ini, mereka menyoroti bahwa literasi tidak lagi terbatas pada kemampuan membaca dan menulis dalam bahasa formal, melainkan harus mencakup berbagai bentuk komunikasi yang muncul dalam dunia global yang multikultural dan digital.
Mereka berpendapat bahwa pendidikan perlu mengadaptasi pengajaran agar sesuai dengan keberagaman bahasa, media, dan konteks sosial, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan yang relevan untuk masa depan yang terus berubah. Konsep ini menekankan pentingnya fleksibilitas dalam pendidikan untuk mengakomodasi multiliterasi dalam berbagai konteks budaya dan teknologi.
Multiliterasi mencakup kemampuan untuk berkomunikasi dan memahami informasi yang disampaikan melalui berbagai bahasa, media, dan konteks budaya yang berbeda. Ini mencakup literasi digital, visual, media, lingkungan, keuangan, serta bentuk-bentuk literasi lainnya yang relevan dengan kehidupan modern.
Multiliterasi juga mencakup kemampuan berpikir kritis untuk menyaring informasi yang valid di tengah lautan informasi yang tersedia di dunia maya. Sebagai contoh, literasi digital bukan hanya tentang menggunakan komputer atau ponsel, tetapi juga tentang bagaimana mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dari internet dengan bijaksana.
Begitu pula literasi media, yang berfokus pada kemampuan individu untuk memahami pesan yang disampaikan melalui media, serta mampu menganalisis bias dan konteks di balik pesan-pesan tersebut. Semua ini menuntut keterampilan yang lebih komprehensif dari sekadar membaca dan menulis.
Beberapa ahli pendidikan di Indonesia juga telah mengungkapkan pentingnya peta multiliterasi dalam konteks pendidikan nasional. Mereka berpendapat bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi dan media digital, siswa di Indonesia perlu dibekali dengan kemampuan multiliterasi yang lebih luas. Prof. Dr. Suyanto, seorang ahli pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta, menekankan bahwa multiliterasi sangat penting untuk menghadapi tantangan globalisasi, karena siswa tidak hanya dituntut untuk mampu membaca dan menulis secara konvensional, tetapi juga harus mampu memahami dan berinteraksi dengan berbagai media, bahasa, dan konteks budaya.
Sementara itu, Dr. Bambang Subali dari Universitas Gadjah Mada menyatakan bahwa multiliterasi harus mencakup keterampilan digital dan kemampuan berpikir kritis untuk memilah informasi dari berbagai sumber. Menurutnya, multiliterasi penting dalam melawan disinformasi yang banyak tersebar di dunia maya. Para ahli ini sepakat bahwa peta multiliterasi yang komprehensif perlu disusun untuk membantu pendidik dalam merancang kurikulum yang adaptif dan relevan dengan perkembangan zaman, agar generasi muda Indonesia bisa bersaing di tingkat global.
Mengembangkan peta multiliterasi tidaklah mudah. Ada berbagai tantangan yang harus dihadapi, salah satunya adalah kesiapan para pendidik. Sebagian besar guru di Indonesia belum mendapatkan pelatihan yang memadai terkait bagaimana mengajarkan multiliterasi secara efektif.
Kesiapan infrastruktur juga menjadi kendala, terutama di daerah yang kurang berkembang atau memiliki akses terbatas terhadap teknologi digital. Selain itu, multiliterasi tidak mudah untuk diukur. Metode pengujian tradisional tidak cukup untuk menilai seberapa baik siswa menguasai keterampilan seperti literasi digital, visual, atau media. Oleh karena itu, diperlukan metode evaluasi baru yang lebih komprehensif dan adaptif untuk mengukur kemajuan dalam multiliterasi.
Peta multilitera tersebut sangat penting dalam membantu individu untuk memperluas pemahaman mereka terhadap berbagai jenis literasi. Dengan adanya peta multiliterasi, seseorang dapat mengembangkan kemampuan membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, dan berpikir kritis secara holistik.
Peta ini juga dapat membantu dalam memahami dan menginterpretasikan informasi dari berbagai sumber dengan lebih baik, sehingga meningkatkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia yang semakin kompleks.
Selain itu, peta multiliterasi juga dapat membantu individu untuk memahami dan menghargai keragaman budaya, bahasa, dan perspektif yang ada di sekitar mereka. Dengan memahami berbagai literasi, seseorang dapat menjadi lebih terbuka terhadap perbedaan dan belajar untuk berempati dengan orang lain.
Dengan demikian, peta multiliterasi dapat menjadi alat yang sangat berguna dalam mempersiapkan individu untuk sukses di dunia yang terus berubah dan berkembang.
Penulis Opini ini yaitu seorang Mahasiswa Universitas Negeri Medan