Oleh; Gusti Agung Diah Priyam Pradnyandari
Idealnya, laporan keuangan merefleksikan kondisi perusahaan pada periode waktu tertentu. Akan tetapi, kasus manipulasi laporan keuangan seolah telah menjadi polemik tak berkesudahan di Indonesia. Didasari oleh berbagai alasan, hal tersebut terus terjadi dari waktu ke waktu. Sederet
nama-nama perusahaan terkemuka silih berganti menghiasi media massa dengan pola pelanggaran yang bervariasi namun dengan hasil sama, yaitu memunculkan sederet kerugian bagi banyak pihak. Nyatanya, perusahaan terbuka yang diawasi oleh berbagai otoritas keuangan sekalipun tidak menjamin akan luput dari sandungan jerat kasus serupa.
Sebelum mengupas lebih jauh mengenai praktik manipulasi laporan keuangan, akan lebih baik untuk mengetahui lebih dulu apa itu manipulasi laporan keuangan?
Secara garis besar, manipulasi atas laporan keuangan dapat dimaknai sebagai bentuk tindakan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan dengan maksud menyesatkan pemangku kepentingan terkait realitas kondisi keuangan perusahaannya. Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berupaya mencegah adanya kasus rekayasa laporan keuangan pada perusahaan terbuka yang terdaftar di BEI. Sebagai contoh OJK mensyaratkan perusahaan terbuka untuk menerapkan praktik Good Corporate Governance (GCG) melalui pemberlakuan aturan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan OJK No. 21/POJK.04/2015 tentang Penerapan Good Corporate Governance bagi Emiten atau Perusahaan Publik, Surat Edaran OJK, hingga kewajiban publikasi Laporan Tahunan yang diatur dalam Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016.
Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola yang baik erat kaitannya dengan hubungan antara perusahaan dengan para pemangku kepentingan dan masyarakat. GCG sendiri adalah sistem
yang dirancang untuk mengatur pengelolaan perusahaan secara profesional dengan berpedoman
pada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independen, kewajaran dan kesetaraan (Bursa Efek Indonesia, 2024). Tekanan sehubungan dengan pemenuhan kewajiban tata kelola perusahaan yang baik akan semakin besar terutama pada perusahaan yang sahamnya banyak
diperdagangkan karena sejalan dengan semakin luas pengaruhnya terhadap pasar modal dan perekonomian (Karim & Purwanto, 2020). Penerapan GCG memiliki berbagai manfaat bagi
perusahaan seperti meningkatkan kinerja saham dan kinerja keuangan perusahaan. Penerapan GCG yang semakin baik juga akan berdampak pada nilai perusahaan (Ekasari & Kus Noegroho, 2020). Dengan adanya transparansi informasi, maka pihak investor dan pemangku kepentingan
lainnya dapat memperoleh informasi yang memadai terkait perusahaan. Kondisi tersebut akan mendorong perusahaan untuk melakukan kegiatan bisnisnya dengan benar dan mereduksi praktikpraktik kecurangan (Tugiantoro et al., 2022).
Meski demikian, kasus-kasus manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan terbuka yang memiliki tanggung jawab transparansi informasi, nyatanya masih sering terjadi. Beberapa kasus yang pernah menjadi sorotan publik diantaranya:
1. Kasus PT Garuda Indonesia (persero) Tbk (GIAA) – 2018 Isu laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk bermula dari penolakan dua komisaris Garuda Indonesia untuk menandatangani Laporan Tahunan karena tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Penolakan tersebut didasari oleh lonjakan signifikan yang berbanding terbalik antara pembukuan saat itu yang mencatat laba bersih Rp 11,33 miliar dengan pembukuan sebelumnya yang mencatat kerugian (L. & Arkananta, 2020). Kondisi tersebut disebabkan karena adanya pengakuan piutang dari PT Mahata Aero Teknologi (MAT) atas pemasangan wifi yang mempengaruhi laporan laba rugi dan neraca perusahaan. Kasus tersebut kemudian bergulir dan setelah melalui berbagai pemeriksaan, terungkap adanya pelanggaran atas Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik. Akibat pelanggaran tersebut,
seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris PT Garuda Indonesia (persero) Tbk yang menandatangani Laporan Tahunan PT Garuda Indonesia (persero) Tbk per 31 Desember 2018 dikenakan sanksi denda sebesar Rp100 juta. Tidak berhenti sampai disana, pihak Kantor Akuntansi Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan yang
mengaudit laporan tersebut juga dikenakan sanksi pembekuan izin selama 12 bulan sehubungan dengan adanya bukti pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA 315, SA 500, dan SA 560 (Sari et al., 2019). Pada perdagangan di bursa,
kasus tersebut membuat harga saham GIAA mengalami penurunan.
2. Kasus PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) – 2019 Melalui laporan hasil investigasi yang dilakukan PT Ernst & Young Indonesia (EY), manajemen perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk terbukti melakukan penggelembungan dana sebesar Rp 4 triliun, penggelembungan pendapatan sebesar Rp 662 miliar dan penggelembungan lain senilai Rp 329 miliar pada EBITDA (laba sebelum
bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) (Wareza & CNBC Indonesia, 2019). Selain itu, terdapat juga aliran dana Rp1,78 triliun kepada pihak terafiliasi dengan mantan direksi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk yang berstatus sebagai terdakwa yang pengungkapannya
tidak memadai (Widhiyanto, 2021).
3. Kasus Wijaya Karya (WIKA) dan Waskita Karya (WSKT) – 2023 Terdapat dugaan adanya window dressing atau pemolesan laporan keuangan perusahaan BUMN karya, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT). Dugaan tersebut menguap ke publik seiring dengan tindakan PT Wijaya
Karya (Persero) yang menunda pembayaran pokok Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A (SMWIKA01ACN1) yang jatuh tempo pada tanggal 18 Desember 2023 (Ariyanti, 2024). Dilihat dari historisnya, gagal bayar tersebut bukan kali pertama, karena sebelumnya perusahaan pernah gagal bayar pada Juni 2023. Sementara itu, PT Waskita Karya (Persero) Tbk telah berulang kali memperoleh suspensi saham dari BEI karena gagal bayar utang. Adanya laporan PT Waskita Karya (persero) Tbk
yang tidak wajar sejak tahun 2016 turut menimbulkan dugaan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang indikasi bahwa rekayasa laporan keuangan telah dilakukan sejak lama (Baderi, 2023).
Seluruh akibat yang timbul dari praktik manipulasi tersebut secara nyata telah membawa kerugian bagi berbagai pihak berkepentingan. Overstatement dalam laporan keuangan membuat informasi
yang tersaji di dalamnya menjadi menyesatkan karena tidak menggambarkan kondisi perusahaan
sebenarnya. Sebagai gambaran, kecurangan tersebut rentan mengikis kepercayaan investor terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan sehingga dapat menurunkan
kredibilitas perusahaan yang terdaftar di BEI. Kondisi tersebut pada akhirnya dapat berimbas pada rusaknya sistem pasar modal dan perekonomian.
Lantas, apa yang membuat manajemen begitu termotivasi untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum tersebut? Dalam kegiatan penyusunan laporan keuangan, manajemen mempunyai berbagai motif yang mendasari praktik ilegal tersebut, seperti untuk mendapatkan harga saham yang lebih tinggi, menunjukkan kepatuhan, memenuhi target perusahaan dan harapan investor, serta untuk mendapatkan pembiayaan (Narsa et al., 2023). Terlepas dari berbagai alasan
atas tindakan tersebut, repetisi kasus manipulasi laporan keuangan di Indonesia dari waktu ke waktu bukanlah sebuah prestasi yang dapat dibanggakan. Sebaliknya, banyaknya kasus kecurangan serupa telah menunjukkan lemahnya penerapan praktik GCG dan indikasi bahwa masih terdapat manajemen perusahaan yang menganggap praktik tersebut sebagai bentuk formalitas untuk pemenuhan aturan semata. Dengan demikian, implementasi pengungkapan informasi tata kelola di Indonesia masih belum bisa dikatakan berhasil dan masih bersifat administratif saja (Damayanti & Firmansyah, 2021).
Prinsip-prinsip dan praktik implementasi GCG yang belum dipahami secara luas menjadi kendala utama dari penerapan GCG pada perusahaan terbuka di Indonesia. Disamping itu, beberapa faktor yang membuat konsistensi penerapan GCG pada perusahaan yang tercatat di BEI menjadi sulit antara lain sebagai berikut (Harinurdin & Safitri, 2022):
1. Adanya konsentrasi kepemilikan saham, dimana terdapat pemusatan kepemilikan pada pihak-pihak tertentu yang membuat terjadinya hubungan afiliasi antara pemilik, pengawas maupun direktur perusahaan.
2. Pembiayaan dari suatu perusahaan tertentu menggunakan sumber dana dari perusahaan lain yang berada dalam satu grup yang sama.
3. Terjadinya konglomerasi usaha, dengan munculnya grup-grup usaha berskala besar yang bergerak pada berbagai bidang, mulai dari penyedia dana sampai pengguna dana. Hal tersebut membuat kebijakan pemberian kredit tidak lagi memperhatikan kelayakan karena membentuk penyaluran dana dari bank kepada perusahaan yang berada dalam lingkup satu grup usaha.
Berkaca dari sederet kasus manipulasi laporan keuangan yang telah terjadi dan tidak berjalannya praktik GCG secara optimal, maka penting adanya upaya yang lebih serius dari pemerintah dan
pihak otoritas untuk memitigasi agar pelanggaran manipulasi laporan keuangan di Indonesia, khususnya pada perusahaan terbuka yang terdaftar di BEI, tidak menjadi skandal usang penuh karat yang terus menggerus kepercayaan publik. Pemerintah dalam hal ini pihak OJK maupun BEI sebagai penyelenggara pasar modal di Indonesia perlu berupaya lebih untuk mengevaluasi strategi
penerapan aturan yang ada demi mencegah praktik yang sama terulang kembali.
Referensi:
Ariyanti, F. (2024). Gagal Bayar Utang Terus, WIKA dan WSKT Terancam Delisting? IDX Channel.Com. https://www.idxchannel.com/market-news/gagal-bayar-utang-terus-wikadan-wskt-terancam-delisting/2
Baderi, F. (2023). Kasus Rekayasa Keuangan PT Wika Sejak Lama – BPKP MENDUGA. Harian Ekonomi Neraca. https://www.neraca.co.id/article/181505/kasus-rekayasa-keuangan-ptwika-sejak-lama-bpkp-menduga
Bursa Efek Indonesia. (2024). Tata Kelola Perusahaan. Bursa Efek Indonesia.
https://www.idx.co.id/id/tentang-bei/tata-kelola-perusahaan/
Damayanti, N., & Firmansyah, A. (2021). Peran Tata Kelola Perusahaan Dalam Kinerja Operasional dan Kinerja Pasar Di Indonesia. Jurnal Ekonomi, 26(2), 206–222. https://doi.org/10.24912/je.v26i2.746
Ekasari, J. C., & Kus Noegroho, Y. A. (2020). The Impact of Good Corporate Governance Implementation on Firm Value. International Journal of Social Science and Business, 4(4), 553–560. https://doi.org/10.23887/ijssb.v4i4.29688
Harinurdin, E., & Safitri, K. A. (2022). Tata Kelola Perusahaan Tercatat di Indonesia. Jurnal Vokasi Indonesia, 10(1), 46–56. https://scholar.ui.ac.id/en/publications/tata-kelolaperusahaan-tercatat-di-indonesia
Karim, A., & Purwanto, A. (2020). The Relationship Between Good Corporate Governance andPerformance of Most Liquid Stocks in Indonesia. Research in World Economy, 11(1), 137– 142. https://doi.org/10.5430/rwe.v11n1p137
L., A. E. P., & Arkananta, P. (2020). Kasus Garuda Indonesia, Riwayatmu Kini. Ikatan Mahasiswa Akuntansi Gadjah Mada. https://imagama.feb.ugm.ac.id/kasus-garuda-indonesia-riwayatmukini/
Narsa, N. P. D. R. H., Afifa, L. M. E., & Wardhaningrum, O. A. (2023). Fraud Triangle and Earnings Management Based on The Modified M-Score: A Study On Manufacturing Company in Indonesia. Heliyon, 9(2), e13649. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2023.e13649
Sari, W., Preambul, H., & Biro Komunikasi dan Layanan Inforomasi. (2019). Ini Putusan Kasus
Laporan Keuangan Tahunan PT Garuda Indonesia 2018. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. https://setjen.kemenkeu.go.id/in/post/ini-putusan-kasus-laporan-keuangantahunan-pt-garuda-indonesia-2018
Tugiantoro, T., Khomsiyah, K., & Purwanti, A. (2022). Do Good Corporate Governance (GCG) and Integrated Corporate Governance (ICG) Improve Performance and Reduce Fraud in
Indonesian Public Banking? Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, 22(1), 91–118. https://doi.org/10.25105/mraai.v22i1.12953
Wareza, M., & CNBC Indonesia. (2019). Tiga Pilar dan Drama Penggelembungan Dana. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/market/20190329075353-17-63576/tiga-pilardan-drama-penggelembungan-dana
Opini ini ditulis oleh Magister Akuntansi, Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan Ganesha