SURABAYA |Nusantara Jaya News – ꧌ꦧꦼꦫꦔ꧀ꦏꦠ꧀꧍ Berangkat dari sebuah buku cerita anak beraksara Jawa “Titi Tikus Ambeg Welas Asih” akhirnya bersurat ke Presiden RI dan berikutnya turun ke Menteri Kebudayaan, yang didisposisikan ke Subdit Sejarah dan Permuseuman, ꧌ꦩꦏ꧍ maka digelarlah rapat daring yang dihadiri oleh Kasubdit Pelestarian Sejarah beserta tim dan tim Puri Aksara Rajapatni, yang terdiri dari ꧌ꦄ꧉ꦲꦺꦂꦩꦱ꧀ꦠꦺꦴꦤꦶ꧍ A Hermas Thony (pembina), ꧌ꦅꦠꦯꦹꦫꦗꦪ꧍ Ita Surojoyo (pendiri) dan ꧌ꦤꦤꦁꦥꦸꦂꦮꦤ꧍ Nanang Purwono (ketua) pada Selasa pagi (18/2/25).


Rapat dipimpin langsung oleh Kasubdit Pelestarian Sejarah ꧌ꦄꦒꦸꦱ꧀ꦲꦺꦂꦩꦤꦠ꧍ Agus Hermanto, yang diikuti oleh jajaran Siti Aisyah Safe, Oti Lestari dan Edo SP. Rapat ꧌ꦝꦫꦶꦁ꧍ Daring ini adalah rapat awal untuk menjajagi usulan usulan terkait dengan Pelestarian Aksara Nusantara yang telah dikirimkan sebelumnya oleh ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni kepada Menteri Kebudayaan Fadli Zon dengan tembusan kepada Presiden Prabowo Subianto.
꧌ꦱꦼꦥꦼꦂꦡꦶ꧍ Seperti diketahui Presiden Prabowo Subianto membentuk Kementerian Kebudayaan karena disadari bahwa bangsa Indonesia ini kaya dengan ꧌ꦮꦫꦶꦱꦤ꧀ꦧꦸꦢꦪ꧍ warisan budaya. Kementerian inilah yang secara khusus menangani urusan urusan kebudayaan dan apalagi Menteri Kebudayaan ꧌ꦥ꦳ꦢ꧀ꦭꦶꦗ꦳ꦺꦴꦤ꧀꧍ Fadli Zon berharap Indonesia bisa menjadi Ibukota Kebudayaan Dunia.
Seiring dengan harapan itu, ꧌ꦏꦺꦴꦩꦸꦤꦶꦠꦱ꧀꧍ Komunitas Aksara Jawa Surabaya, ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni, mengusulkan penggunaan aksara Nusantara pada: 1) pecahan mata uang rupiah, 2) sebagai identitas produk produk lokal ꧌ꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ꧍ Nusantara, 3) Membangun Aplikasi Digital yang bisa mentranswarakan sumber sumber literasi ꧌ꦧꦼꦂꦨꦱꦶꦱ꧀꧍ berbasis aksara seperti pada manuskrip dan inskripsi serta 4) penggunaan aksara Nusantara sebagai pengkayaan ꧌ꦩꦺꦴꦠꦶꦥ꦳꧀꧍ motif batik Nusantara.
Disadari bahwa untuk ꧌ꦩꦼꦮꦸꦗꦸꦢ꧀ꦏꦤ꧀꧍ mewujudkan usulan usulan itu, Kementerian Kebudayaan tidak bisa sendiri. Maka menurut Agus Hermanto pihaknya perlu ꧌ꦩꦼꦭꦏꦸꦏꦤ꧀꧍ melakukan kolaborasi dengan pihak pihak terkait. Misalnya untuk mewujudkan usulan Penggunaan Aksara Nusantara pada ꧌ꦥꦼꦕꦲꦤ꧀ꦩꦠꦈꦮꦁ꧍ pecahan mata uang rupiah, pihak Kementerian Kebudayaan perlu berkoordinasi dengan ꧌ꦧꦁꦅꦟ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦾ꧍ Bank Indonesia dan Peruri (Perusahaan Umum Uang Republik Indonesia).
“Nanti akan menjadi kebijakan pihak Bank Indonesia dan Peruri untuk ꧌ꦩꦼꦤꦼꦤ꧀ꦠꦸꦏꦤ꧀꧍ menentukan Aksara Daerah mana digunakan pada pecahan rupiah berapa. Kami tidak ꧌ꦥꦸꦚ꧍ punya wewenang disana. Kami akan meneruskan ꧌ꦈꦱꦸꦭꦤ꧀꧍ usulan ini ke pihak pihak terkait”, jelas Agus Hermanto, Kasubdit ꧌ꦥꦼꦊꦱ꧀ꦠꦫꦶꦪꦤ꧀꧍ Pelestarian Sejarah.
Hal serupa juga ꧌ꦧꦼꦂꦭꦏꦸ꧍ berlaku dengan usulan Penggunaan Aksara Nusantara untuk label produk produk lokal, yang mana pihak Kementerian Kebudayaan akan berkoordinasi ꧌ꦝꦼꦔꦤ꧀꧍ dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan RI.
꧌ꦥꦼꦩ꧀ꦧꦼꦫꦶꦪꦤ꧀꧍ Pemberian label produk produk lokal dalam aksara Nusantara (Jawa, Bali, Sunda, Lontara, Lampung dsb) untuk mensertifikasi apakah produk produk itu ꧌ꦩꦼꦔ꧀ꦒꦸꦤꦏꦤ꧀꧍ menggunakan komponen lokal sebagaimana diharapkan. Jika sebuah produk telah memenuhi ketentuan prosentase ꧌ꦏꦟ꧀ꦝꦸꦔꦤ꧀꧍ kandungan lokalnya, maka produk itu perlu mendapatkan sertifikat lokal yang ꧌ꦝꦶꦠꦸꦭꦶꦱ꧀꧍ ditulis dalam aksara Nusantara. Ini tergantung dimana barang itu diproduksi.
“Jika barang barang itu diproduksi di wilayah Bali, maka label lokalnya menggunakan ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦧꦭꦶ꧍ aksara Bali. Jika barang barang itu, misalnya makanan Wingko diproduksi di Babat, Jawa Timur, maka label lokalnya menggunakan aksara Jawa. Pun demikian barang yang ꧌ꦝꦶꦥꦿꦺꦴꦝꦸꦏ꧀ꦱꦶ꧍ diproduksi di Jawa Barat, Lampung dan Medan. Penggunaan Aksara Daerahnya menyesuaikan”, jelas Nanang Purwono, salah satu anggota tim pengusul dari ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni.
Sementara itu A. Hermas Thony (pembina Rajapatni) menegaskan bahwa penggunaan Aksara Nusantara pada pecahan mata uang rupiah dan ꧌ꦱꦼꦧꦒꦻ꧍ sebagai label produk lokal tidak harus menunggu sampai masyarakat ꧌ꦩꦼꦔꦼꦂꦡꦶ꧍mengerti aksara Nusantara.
“Justru sebaliknya dengan menggunakan media mata uang ꧌ꦫꦸꦥꦶꦪꦃ꧍ rupiah dan sebagai identitas label lokal adalah menjadi ꧌ꦱꦫꦤ꧍ sarana mengenalkan dan mempublikasikan Aksara Nusantara seperti halnya ꧌ꦝꦭꦩ꧀꧍.dalam pecahan mata uang rupiah ada tari Gambyong dan Legong”, jelas Thony.
Lebih lanjut Nanang ꧌ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦼꦭꦱ꧀ꦏꦤ꧀꧍ menjelaskan apakah penulisan Aksara Nusantara sesuai dengan gambar ꧌ꦠꦫꦶꦪꦤ꧀ꦝꦌꦫꦃ꧍ tarian daerah ditulis dalam aksara daerah berdasarkan nama tarian atau nilai nominal uang akan diserahkan kepada kebijakan ꧌ꦎꦠꦺꦴꦫꦶꦠꦱ꧀꧍ otoritas Bank Indonesia dan Peruri.
Sedangkan ꧌ꦅꦠꦯꦹꦫꦗꦪ꧍ Ita Surojoyo, yang selama ini menjadi Caraka Aksara ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni, menyampaikan bahwa beberapa mata uang negara negara lain menggunakan aksara ꧌ꦩꦼꦫꦺꦏ꧍ mereka. Diantaranya adalah Mata Uang China, Jepang, Korea, Thailand dan India.
Indonesia masih memiliki aksara Nusantara. Dengan ꧌ꦩꦼꦔꦼꦤꦭ꧀ꦏꦤ꧀꧍ mengenalkan kembali aksara Nusantara melalui mata uang, ꧌ꦭꦧꦺꦭ꧀ꦭꦺꦴꦏꦭ꧀꧍ label lokal, batik dan aplikasi digital, bangsa Indonesia semakin ꧌ꦩꦼꦩ꧀ꦥꦼꦂꦑꦸꦮꦠ꧀꧍ memperkuat identitas kebangsaannya, kenusantaraannya.
Menurut Agus Hermanto, Kasubdit Pelestarian Sejarah, ꧌ꦝꦶꦫꦺꦏ꧀ꦠꦺꦫꦠ꧀꧍ Direktorat Sejarah dan Permuseuman, Kementerian Kebudayaan usulan usulan oleh ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni, yang sudah didiskusikan melalui rapat daring ini akan dilaporkan kepada atasan, ꧌ꦏ꦳ꦸꦱꦸꦱ꧀ꦚ꧍ khususnya mengenai poin poin yang akan melibatkan lintas kantor kementerian. Sementara urusan yang ada ꧌ꦝꦶꦧꦮꦃ꧍ dibawah kendali Direktorat di bawah Kementerian Kebudayaan, seperti urusan pengembangan Kebudayaan Digital, bisa langsung ꧌ꦝꦶꦧꦶꦕꦫꦏꦤ꧀꧍ dibicarakan internal dalam kantor Kementerian Kebudayaan.
“Nanti mengenai usulan Pengembangan Aplikasi ꧌ꦝꦶꦒꦶꦠꦭ꧀꧍ Digital bisa saya sampaikan kepada Direktorat Pengembangan Kebudayaan Digital”, pungkas ꧌ꦄꦒꦸꦱ꧀ꦲꦺꦂꦩꦤ꧀ꦠ꧍ Agus Hermanto. (Nanang)