Probolinggo |Nusantara Jaya News – Dugaan pelanggaran serius terjadi di SPBU 53.672.23 Muneng, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo. Insiden ini bermula saat sejumlah konsumen mengeluhkan pelayanan yang dinilai diskriminatif dan melanggar aturan, di mana pihak SPBU diduga lebih mengutamakan pemasok besar atau tengkulak Pertalite daripada masyarakat umum yang mengantri.
Seorang konsumen yang enggan disebutkan namanya membeberkan kekesalannya. “Saya antri sudah satu jam. Motor dengan tangki-tangki besar keluar masuk berkali-kali. Yang saya lihat, pengisian tercatat Rp100 ribu, tapi yang diisikan hanya Rp98 ribu. Cuma karena uang dua ribu, saya diperlakukan seperti ini,” keluhnya dengan nada kecewa. (12/8)
Dugaan pelanggaran tersebut memicu kericuhan di area SPBU. Konsumen marah karena haknya untuk dilayani sesuai antrean terabaikan. Pihak SPBU disebut lebih fokus melayani para tengkulak yang membeli dalam jumlah besar, meskipun jelas melanggar aturan distribusi BBM bersubsidi yang seharusnya mengutamakan kebutuhan masyarakat umum.
Situasi semakin panas ketika salah satu wartawan yang tengah melakukan peliputan di lokasi justru mengalami tindakan intimidasi. Seorang petugas SPBU diduga mengejar wartawan tersebut dan berupaya menyodorkan uang tunai sebesar Rp1 juta agar pemberitaan tidak sampai dipublikasikan.
Upaya ini jelas mengindikasikan adanya niat untuk menutup-nutupi dugaan praktik penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi. Tindakan tersebut tidak hanya mencoreng nama baik lembaga pengelola SPBU, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai bentuk suap yang melanggar hukum.
BBM jenis Pertalite termasuk dalam kategori bahan bakar penugasan dengan subsidi dari pemerintah. Aturan ini mengharuskan SPBU melayani masyarakat umum secara adil dan tidak memprioritaskan pembelian dalam jumlah besar yang berpotensi dijual kembali untuk keuntungan pribadi.
Jika benar SPBU 53.672.23 Muneng melakukan pengisian berulang-ulang kepada kendaraan dengan tangki modifikasi untuk menampung volume besar, hal itu dapat dikategorikan sebagai penyimpangan suplai yang merugikan negara dan masyarakat.
Desakan Penegakan Hukum
Peristiwa ini sudah semestinya menjadi perhatian serius aparat penegak hukum dan pihak Pertamina. Jika tidak ditindak tegas, praktik semacam ini akan terus merugikan masyarakat kecil yang harus mengantri lama demi mendapatkan BBM bersubsidi.
Masyarakat berharap pihak kepolisian, Satgas BBM, dan manajemen Pertamina segera melakukan investigasi. Selain itu, dugaan suap terhadap wartawan juga perlu diproses hukum agar menjadi pelajaran bahwa upaya membungkam media adalah tindakan melawan hukum dan merusak prinsip keterbukaan informasi.
Kasus SPBU Muneng ini menjadi contoh bahwa pengawasan distribusi BBM bersubsidi masih lemah, dan celah tersebut dimanfaatkan oleh oknum untuk meraup keuntungan pribadi. Jika dibiarkan, rakyat kecil hanya akan menjadi penonton di tengah permainan bisnis yang kotor.
“Negara hadir” bukan hanya slogan. Dalam kasus ini, negara wajib benar-benar hadir untuk melindungi hak rakyat, bukan melindungi mereka yang bermain di balik pompa BBM.(Tim)