SURABAYA |Nusantara Jaya News – Di Hari Ulang Tahun ke 80 Kemerdekaan Republik Indonesia ini muncul pemikiran tentang kearifan lokal Surabaya. Yaitu sebuah tata ruang klasik dengan alun alunnya.
Tulisan ini sekaligus mengurai pendapat pembaca setia media ini yang berkomentar:
“Akhirnya pikiran saya kok jadi mengaitkan dengan pemberian nama Alon Alon Surabaya di Balai Pemuda yang pernah kita tolak itu.
Jangan jangan, pemberian nama itu bagian dari cara, untuk menghilangkan ingatan kolektif masyarakat, untuk mengaburkan aloon aloon Surapringga yang di kemayoran!”.
Silakan dicermati. Tata ruang klasik di sebuah daerah yang memiliki alun-alun disebut dengan tata ruang tradisional Jawa atau tata ruang keraton. Alun-alun adalah bagian penting dari tata ruang ini, yang mencerminkan struktur sosial dan hierarki masyarakat pada masa lalu.
Alun-alun merupakan ruang terbuka yang luas dan biasanya terletak di pusat kota atau desa, dekat dengan pusat pemerintahan atau keraton.
Makna Filosofis Alun-alun sangat mendalam karena melambangkan hubungan antara manusia dengan alam dan dunia spiritual. Ruang terbuka ini dianggap sebagai tempat netral yang menghubungkan berbagai lapisan masyarakat.
Tata ruang tradisional Jawa ini biasanya memiliki pola yang simetris dan hierarkis, dengan alun-alun sebagai pusatnya. Di sekitar alun-alun terdapat bangunan-bangunan penting seperti keraton (istana), masjid, kantor pemerintahan, dan rumah-rumah bangsawan.
jika kita menemukan tata ruang dengan alun-alun di sebuah daerah, kemungkinan besar itu adalah contoh penerapan tata ruang tradisional Jawa yang kaya akan sejarah dan makna filosofis.
Apakah di Surabaya pernah ada tata ruang tradisional? Ada ! Bukan ruang di kawasan Simpang. Itu salah. Itu mengaburkan sejarah Surabaya. Itu “alun alun” baru yang tidak sesuai dengan kaidah.
Kaidah alun-alun dalam konteks budaya Jawa merujuk pada tata letak dan fungsi ruang terbuka luas, yang menjadi pusat aktivitas masyarakat, biasanya di depan pusat pemerintahan atau keraton.
Alun alun asli Surabaya yaitu di kawasan Krembangan dimana ada Masjid Kemayoran. Di Timur Masjid adalah lapangan Alun Alun pada era kolonial. Dan di Timur lapangan alun alun adalah kediaman Bupati yang juga berfungsi sebagai Kabupaten, yang sekarang menjadi Kantor pos. Sementara komplek kediaman bangsawan adalah di daerah kampung Kawatan, Kraton dan Carikan serta Temenggungan.
Dalam peta lama di era kolonial di lapangan, yang sekarang berdiri bangunan gedung sekolah SMPN 2 dan Sekolah Ta’miriyah, adalah alun alun sebagaimana tertulis dalam keterangannya “alun alun”.
Ketika di tahun 2021 an berdiri Alun Alun Surabaya di kawasan Balai Pemuda Simpang, dikhawatirkan mengaburkan dan menguburkan fakta sejarah Surabaya yang pernah beradministrasi di daerah Krembangan.
Apalagi lapangan alun alun,yang notabene adalah lahan pemerintah, yang dalam konteks sejarah, alun alun seringkali menjadi pusat kegiatan pemerintahan dan sosial, bahkan menjadi tempat pertemuan antara raja (pimpinan) dan rakyatnya.
Alun Alun Surapringga adalah alun alun yang ada di depannya Masjid Kemayoran, dimana nama Surapringga tertulis pada prasasti masjid, yang masih tertempel di tembok dalam masjid.
Dalam perayaan HUT ke 80 Kemerdekaan Republik Indonesia ini bolehlah kita ingat sejarah lokal Surabaya. Itu fakta dan nyata. Jangan sembunyikan fakta sejarah Surabaya. (nng).