Denpasar |Nusantara Jaya News – Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia Provinsi Bali pada triwulan II 2025 mencatat adanya peningkatan harga properti residensial di pasar primer. Kenaikan ini sejalan dengan tren nasional, di mana Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) tumbuh sebesar 0,67% (yoy), dari 104,27 pada periode sebelumnya menjadi 104,97. (21/8)
Pertumbuhan IHPR ini didorong oleh kenaikan harga pada tiga tipe rumah, yaitu rumah kecil dengan luas bangunan ≤36 m² yang meningkat sebesar 1,85% (yoy), rumah menengah dengan luas 36–70 m² naik 0,39% (yoy), dan rumah besar dengan luas lebih dari 70 m² naik 0,31% (yoy).
Bank Indonesia menilai, kenaikan harga properti tersebut erat kaitannya dengan meningkatnya biaya faktor produksi, terutama bahan bangunan dan upah kerja. Mayoritas responden dalam survei menyatakan dua faktor ini sebagai penyebab utama naiknya harga rumah di Bali.
Dari sisi penjualan, pangsa pasar rumah berdasarkan ukuran masih relatif stabil. Rumah kecil tercatat sebesar 25%, rumah menengah 54%, dan rumah besar 21%. Meskipun ada peningkatan harga, penjualan properti residensial primer masih menghadapi sejumlah tantangan. Hambatan utama yang dirasakan adalah tingginya suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR), keterbatasan lahan, besarnya uang muka, serta kenaikan harga bahan bangunan yang berkelanjutan.
Dalam hal pembiayaan, pola yang digunakan pengembang tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Sebesar 56% dana pembangunan masih bersumber dari modal sendiri milik developer, 38% dari pinjaman bank, dan 6% dari dana pembeli. Sementara itu, dari sisi konsumen, mayoritas pembelian rumah primer masih dilakukan melalui skema KPR dengan pangsa 62%. Adapun pembelian dengan skema cash bertahap tercatat sebesar 35%, dan cash keras hanya 3%.
Hasil survei ini menunjukkan dinamika pasar properti residensial di Bali yang terus tumbuh, meskipun dibayangi tantangan eksternal yang dapat memengaruhi daya beli masyarakat. Dengan harga properti yang semakin meningkat, langkah strategis dari pelaku usaha dan dukungan regulasi menjadi kunci menjaga keseimbangan antara pertumbuhan sektor properti dan keterjangkauan masyarakat dalam memiliki rumah. (Red)