Denpasar |Nusantara Jaya News – Sinergi dan kolaborasi lintas stakeholders dinilai menjadi kunci dalam mewujudkan transformasi dan akselerasi pertumbuhan ekonomi Bali, yang ditargetkan berkontribusi pada pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional 8% pada tahun 2029. Semangat tersebut diwujudkan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali melalui penyelenggaraan High Level Focus Group Discussion (FGD) pada Kamis (18/9/2025) dengan tema “Penguatan Pariwisata, Investasi, dan Ekonomi Kreatif Untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Bali”.
FGD ini mempertemukan jajaran pimpinan dari kementerian, pemerintah daerah, otoritas keuangan, perbankan, serta asosiasi dan pelaku usaha di sektor pariwisata, investasi, dan ekonomi kreatif. Hadir antara lain Deputi Bidang Pengembangan Strategis Ekonomi Kreatif Kemenparekraf Cecep Rukendi, Direktur Perencanaan Infrastruktur Kemeninves/BKPM Moris Nuaimi, Direktur Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Ekonomi Digital Bappenas Wahyu Wijayanto, serta Staf Ahli Gubernur Bali Bidang Ekonomi dan Keuangan Dr. I Wayan Ekadina.
Diskusi ini berfokus pada tiga pilar utama ekonomi Bali: pariwisata, investasi, dan ekonomi kreatif. Ketiga sektor ini dipandang saling terkait dan membutuhkan strategi bersama yang lebih terintegrasi, implementatif, dan efektif.
Dalam pemaparannya, Butet Linda menekankan pentingnya rekomendasi konkret yang lahir dari forum ini untuk mendorong pariwisata yang lebih berkualitas, investasi yang inklusif, dan penguatan ekosistem ekonomi kreatif. “Pariwisata, investasi, dan ekonomi kreatif adalah tiga pilar utama yang harus diperkuat secara sinergis agar Bali dapat tumbuh lebih inklusif, merata, dan berkelanjutan,” ujarnya.
Di bidang pariwisata, tantangan utama Bali adalah mempertahankan posisi sebagai destinasi unggulan dunia. Diversifikasi pasar, pengembangan atraksi baru seperti gastronomi dan wellness tourism, serta peningkatan kualitas tata kelola destinasi menjadi langkah penting. “Pembangunan pariwisata Bali harus lebih merata tanpa menggeser fungsi lahan produktif,” tegas Utari Widyastuti dari Kemenparekraf.
Sementara di sektor investasi, pemerataan menjadi fokus utama. Peningkatan tata kelola perizinan, penertiban usaha akomodasi yang belum sesuai ketentuan, serta pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Bali Utara diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada Bali Selatan. “Kami mengarahkan investasi pada sektor yang produktif dan memiliki multiplier besar bagi perekonomian,” ujar Moris Nuaimi.
Ekonomi kreatif juga menjadi perhatian khusus. Bali dinilai sebagai salah satu daerah dengan ekspor ekraf tertinggi di Indonesia. Cecep Rukendi menegaskan bahwa pengembangan ekraf akan diarahkan pada peningkatan kapasitas pelaku usaha, perluasan akses pasar melalui promosi strategis, serta peningkatan pembiayaan bagi UMKM agar mampu bersaing di tingkat internasional.
Pemerintah Provinsi Bali menyambut positif langkah kolaboratif ini. Staf Ahli Gubernur, Dr. I Wayan Ekadina, menekankan pentingnya pembangunan pariwisata yang tetap berbasis budaya dan didukung ekonomi kreatif digital. “Bali memiliki potensi besar untuk mendunia melalui strategi pemasaran pariwisata berbasis ekonomi kreatif digital,” ujarnya.
Ke depan, tindak lanjut yang akan digarap meliputi percepatan pengembangan Bali Utara sebagai pusat pertumbuhan baru, penataan destinasi wisata berkelanjutan, serta penyelarasan sistem perizinan dengan kebutuhan pembangunan pariwisata berkualitas. Kementerian Pariwisata bahkan mendorong promosi wisata B3 (Banyuwangi, Bali Utara, Bali Barat) sebagai destinasi alternatif yang dapat memperpanjang lama tinggal wisatawan.
Forum strategis ini akan terus digelar secara reguler untuk menjadi ruang diskusi, solusi, dan terobosan nyata dalam mengawal visi besar Ekonomi Kerthi Bali serta mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional 8% di tahun 2029. (Red)