BALI |Nusantara Jaya News – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung kemajuan sektor pariwisata melalui penguatan kapasitas dan digitalisasi. Pada Kamis–Jumat, 2–3 Oktober 2025, BI Bali menyelenggarakan Capacity Building Desa Wisata dan Daya Tarik Wisata (DTW) dengan tema “Pengembangan Pariwisata dan Digitalisasi serta Penguatan Akses Pasar Sektor Pariwisata”.
Kegiatan yang digelar di Bali ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan di sektor pariwisata, termasuk Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Tjok Ace), Wakil Ketua Bidang Humas ASITA Bali Kadek Darmawayasa, AVP Merchandising PT Global Digital Nusantara Tbk (Blibli) Rianne Hillebrandt, serta Public Policy & Government Relations Manager Traveloka Mohammad Rinaldi.
Acara tersebut diisi dengan sarasehan bersama enam desa wisata dan tiga daya tarik wisata (DTW) di Bali, yang bertujuan untuk menggali potensi pengembangan pariwisata daerah berbasis komunitas dan digital.
Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, dalam sambutannya menjelaskan bahwa tren pariwisata nasional terus menunjukkan peningkatan positif. “Pada periode Januari hingga Juni 2025, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) secara nasional mencapai 7,05 juta, naik 9,44% dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Erwin menegaskan bahwa Bali tetap menjadi lokomotif pariwisata Indonesia dengan diversifikasi pasar yang kuat. “Hingga triwulan II 2025, total kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Bali mencapai 3,11 juta orang. Pertumbuhan ekonomi Bali yang ditopang sektor pariwisata ini tidak terlepas dari sinergi antara BI, Pemerintah Provinsi, asosiasi, serta para pelaku usaha,” ujarnya.
Ia menambahkan, untuk mencapai pariwisata berkualitas, diperlukan tiga faktor penting: dukungan infrastruktur dan fasilitas, penerapan digitalisasi serta strategi pengelolaan desa wisata, dan edukasi serta konservasi berkelanjutan. “Jika dilakukan secara integratif dan berorientasi hasil, transformasi pariwisata Bali akan inklusif dan berkelanjutan,” tegas Erwin.
Sementara itu, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Tjok Ace) menyoroti pentingnya prinsip dasar dalam pengelolaan desa wisata. “Desa wisata harus dikelola dengan semangat komunitas, berbasis pada ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat setempat. Spirit desa wisata berbeda dengan hotel; di sini manusia dan budaya menjadi pusatnya,” ujar Tjok Ace.
Senada dengan hal itu, Kadek Darmawayasa dari ASITA Bali menekankan pentingnya mindset digital first dalam menghadapi era pariwisata modern. “Digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tetapi juga kemauan dan kesadaran untuk mengembangkan potensi lokal. Desa wisata bukan sekadar destinasi, melainkan perjalanan kembali ke akar tradisi dan kearifan lokal yang harus dijaga,” ucapnya.
Dalam rangkaian acara tersebut, dilakukan pula penandatanganan komitmen bersama antara PT Global Digital Nusantara (Blibli) dengan enam desa wisata dan tiga daya tarik wisata di Bali. Enam desa wisata yang berpartisipasi adalah Desa Wisata Taro, Pemuteran, Penglipuran, Undisan, Jatiluwih, dan Les. Sedangkan tiga DTW yang turut serta ialah DTW Monkey Forest, Uluwatu, dan Pandawa.
Penandatanganan ini menjadi simbol sinergi antara sektor finansial, pemerintah, dan industri digital untuk memperkuat akses pasar dan pemasaran digital pariwisata lokal. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan Business Matching antara pengelola desa wisata, DTW, dan Online Travel Agent (OTA) seperti Blibli dan Traveloka.
Melalui forum ini, para peserta mendapatkan wawasan mengenai implementasi digitalisasi dalam pariwisata, mulai dari strategi promosi daring, sistem reservasi digital, hingga analisis pasar berbasis data.
Dengan langkah konkret ini, Bank Indonesia Bali berharap dapat memperkuat transformasi pariwisata Bali menuju arah yang lebih inklusif, modern, dan berkelanjutan—di mana kearifan lokal tetap menjadi jiwa utama dalam setiap inovasi digital yang dilakukan. (Red)