Jakarta |Nusantara Jaya News — Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) melaksanakan program Fourteen Days Strategic Discussion (FDSD) dengan tema “Dari Pahlawan ke Penggerak: Menakar Kepemimpinan Pemuda di Era Prabowo.” Kegiatan ini menjadi langkah strategis KAMMI dalam mengawal isu-isu kebangsaan melalui forum pembahasan intelektual yang kritis dan transformatif.
Diskusi perdana ini berlangsung pada 14 November 2025 di Tebet Barat, Jakarta Selatan. Acara dihadiri puluhan pengurus KAMMI Pusat, serta disiarkan melalui Zoom dan Instagram Live untuk menjangkau kader KAMMI se-Indonesia dan masyarakat umum.
Dalam sambutannya, Muhammad Baihaqi, Kepala Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI, menyampaikan bahwa FDSD dirancang sebagai forum yang konsisten membahas persoalan bangsa sekaligus menawarkan gagasan strategis dari pemuda Indonesia.
“FDSD kami buat rutin dua pekan sekali dalam rangka membicarakan persoalan bangsa dan menawarkan gagasan-gagasan pemuda. Tema kepemimpinan pemuda di era Prabowo kami angkat untuk menguji secara akademis apakah kebijakan hari ini sudah sesuai dengan pengembangan pemuda,” ujar Baihaqi.
Ia juga menyoroti fakta berdasarkan survei Litbang Kompas bahwa 59% pemuda Indonesia mengeluhkan sulitnya mendapatkan pekerjaan, sementara ruang akselerasi dan pengembangan kapasitas pemuda masih belum memadai.
“Refleksi 80 tahun Hari Pahlawan harus menjadi koreksi besar bagi kekuasaan, mengapa angka kemiskinan ekstrem dan pengangguran yang mencapai lebih dari 7 juta jiwa belum tertangani?” tegasnya.
Ia melanjutkan, bahwa transformasi pemuda membutuhkan peningkatan kompetensi, kesiapan menghadapi disrupsi digital, serta keberanian mengambil peran dalam diplomasi, ekonomi, hingga sosial-politik.
“Di era sekarang, peningkatan skill sangat penting, agar bisa bersaing,” lanjut Baihaqi
Narasumber FDSD, Al Farisi Thalib, akademisi politik, menyampaikan refleksi mendalam mengenai sejarah gerakan pemuda dan ancaman terhadap idealisme aktivisme masa kini.
Ia mengingatkan bahwa tantangan terbesar gerakan bukan hanya faktor eksternal, melainkan kelemahan internal.
“Musuh kita adalah diri kita sendiri,” ujar Al Farisi.
Al Farisi menegaskan pentingnya daya tahan perjuangan.
“Syarat utama melakukan perjuangan adalah energi untuk bertahan dalam penderitaan. Tanpa daya tahan ini, mustahil lahir gelombang revolusi baru,” lanjutnya.
Ia juga menyampaikan kritik atas pragmatisme politik sebagian aktivis yang menurutnya telah mencampurkan perjuangan dengan kepentingan kekuasaan dan finansial.
Terkait konteks politik nasional, Al Farisi mengingatkan potensi sentralisasi kekuasaan:
“Presiden kita Prabowo ingin menciptakan sistem pemerintahan yang bersifat komando.”
Ia menilai bahwa tren perluasan peran TNI dan retorika seperti “diktator baik hati” merupakan tanda bahaya yang harus direspons oleh gerakan pemuda.
*Refleksi Sejarah & Tuntutan Akselerasi Pemuda*
Sementara itu, Muhammad Liputra, Kepala Bidang Sejarah dan Kebudayaan PP KAMMI, mengingatkan kembali kekuatan pemuda dalam sejarah bangsa.
“80 tahun lalu, orasi Bung Tomo mampu menggerakkan pemuda Surabaya mempertahankan kemerdekaan,” ucap Putra.
Namun Putra menegaskan bahwa tantangan pemuda hari ini berbeda, pemuda membutuhkan dukungan kebijakan yang serius dan pola gerakan yang relevan dengan tujuan zaman, mengisi kemerdekaan, memperkuat daya saing nasional, dan mengejar kemajuan negara-negara lain di dunia.
“Tantangan pemuda hari ini begitu kompleks, sehingga membutuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah yang pro terhadap pemuda,” lanjut Putra.
Diakhir, putra menyampaikan bahwa Indonesia seharusnya bisa lebih maju mengingat kemerdekaannya jauh lebih dahulu dibanding negara-negara seperti Vietnam, Korea, maupun Jepang yang hancur pasca Perang Dunia Kedua.
“Harusnya Indonesia lebih maju daripada negara lain, mengingat Indonesia lebih dulu merdeka,” tutupnya.*(RP)


****************************************












