SURABAYA |nusantarajayanews.id – Tim Yankomas Kanwil Kemenkumham Jatim memfasilitasi tim Yankomas Ditjen HAM untuk melakukan audiensi. Tujuannya guna monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat.
Acara dilaksanakan di dua Universitas di Jatim. Yakni Universitas Airlangga, Surabaya dan Universitas Brawijaya, Malang. Kegiatan yang digelar dua hari pada 6-7 September 2023 itu untuk menindaklanjuti Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat.
Kabid HAM Wiwit P Iswandari mengatakan bahwa audiensi ini dilaksanakan untuk menggali informasi bagaimana pandangan obyektif para akademisi tentang penyelesaian pelanggaran HAM berat ini.
Sementara itu, Koordinator Yankomas Wilayah IV Ditjen HAM, Zuliansyah ada 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang sudah disampaikan ke Kejagung oleh Komnas HAM. Namun ternyata belum memenuhi unsur formil dan dikembalikan lagi.
“Pemenuhannya sudah tujuh kali bolak-balik yang membuat progress penyelesaian tersebut terhambat,” ujar Zuliansyah.
Dari 12 pelanggaran HAM berat yang direkomendasikan oleh Komnas HAM, Presiden menindaklanjuti dg menerbitkan kebijakan penyelesaiannta melalui Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat serta Keppres 4/2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat. Tim tersebut telah menghasilkan beberapa usulan strategi penyelesaian dan telah disampaikan kepada presiden.
“Harapannya tim dapat segera menyelesaikan pelanggaran HAM berat tersebut melalui mekanisme non yudisial, dan Ditjen HAM merupakan salah satu anggota rim dimaksud,” lanjutnya.
Dekan Fakultas Hukum Unair Iman Prihandono mengatakan bahwa kebijakan ini merupakan salah satu upaya positif pemerintah. Terutama untuk langkah-langkah serius bila ada goodwill untuk menyelesaikan masalah HAM berat yang harus digali.
“Bukan hanya untuk menghukum atau me-recovery korban namun untuk menghindari kejadian berikutnya,” harapnya.
Di sisi lain, Wakil Dekan 3 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Muktiono mengatakan bahwa salah satu problem terbesar saat ini dalam proses penyelesaian dugaan pelanggaran HAM berat adalah waktu.
“Karema pelaku dan korban sudah berusia lanjut bahkan ada yang sudah meninggal dunia,” ujar pria yang juga sebagai ketua SEPAHAM (Serikat Pengajar HAM) itu. (red)