“Saya mengajak melalui sharing session bersama Kejati ini mampu meningkatkan pemahaman dan kepatuhan terhadap etika profesi dan hukum kesehatan dalam melayani pasien,” ujarnya.
Peningkatan etika profesi dan hukum kesehatan, kata Adhy, harus dilakukan agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar yang ditetapkan. Ia pun menyebut, salah satu kunci utama untuk menciptakan pelayanan yang baik itu dari komunikasinya.
“Terpenting komunikasi yang efektif, komunikasi secara humanis dan penyelesaian hukum secara baik menjadi kunci penyelesaian setiap persoalan yang terjadi antara rumah sakit kepada pasien/masyarakat,” terangnya.
Selain itu, Pj. Gubernur Adhy memandang bahwa seluruh civitas rumah sakit perlu memahami etika profesi dan hukum kesehatan. Karena tidak menutup kemungkinan rumah sakit akan menghadapi gugatan atau tuntutan hukum dari pasien yang tidak puas.
Pj. Gubernur Adhy pun berpesan, untuk menghindari tuntutan hukum itu, setiap SDM di rumah sakit harus terus menjunjung tinggi norma-norma, etika, disiplin dan hukum sesuai dengan kode etik profesi kesehatan.
“Berhadapan dengan tuntutan hukum menjadi suatu hal yang dihindari atau tidak diinginkan semua orang. Salah satu tuntutan yang sering didengar dalam dunia kesehatan adalah tuntutan Malpraktek. Malpraktek ini terjadi akibat ketidakpedulian, kelalaian atau kurangnya keterampilan dan kehati-hatian dalam memberikan pelayanan,” ungkapnya.
Maka dari itu, Pj. Gubernur Adhy mengingatkan kepada tenaga medis yang ada di semua tingkatan rumah sakit supaya menjaga profesionalitasnya. Ditambah lagi, rumah sakit harus bersinergi dengan kejaksaan.
Seperti halnya yang telah diterapkan oleh RSUD Dr. Soetomo yang bersinergi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Langkah ini, menurut Adhy, dapat memberikan pengetahuan lebih bagi para tenaga medis dalam melaksanakan tugas dengan pedoman kedokteran sesuai aturan hukum yang berlaku.
Pj. Gubernur Adhy pun mengapresiasi Kejati Jatim yang mem_backup_ penuh kinerja dari tenaga medis dan layanan lain yang ada di RSUD Dr. Soetomo. Sehingga pelayanan yang ada, dapat berjalan sesuai dengan prosedur.
“Kami berterima kasih kepada Kejati Jatim yang telah membackup penuh kinerja tenaga medis sehingga mereka bekerja dengan pelayanan dan dedikasi tinggi,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati menjelaskan, dalam pelayanan kesehatan terdapat hak dan kewajiban dua belah pihak. Pertama pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini tenaga medis dan tenaga kesehatan, kedua ialah penerima layanan yaitu pasien.
Dalam implementasi pelaksanaan pelayanan kesehatan, Mia mengungkapkan bahwa masih sering ditemukan adanya ketidaksesuaian yang mengakibatkan terjadinya permasalahan terhadap hak-hak pasien. Seperti kurangnya komunikasi antara pihak terkait.
“Kunci utamanya adalah komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik akan mengakibatkan kesalahan penyampaian informasi secara fatal sehingga berdampak terhadap laporan,” ungkapnya.
Pengutan komuikasi inilah yang juga dipakai oleh Kejati dalam Restorative Justice (RJ). Mia pun menerangkan, dalam UU Kesehatan Pasal 306 Ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2023, tenaga medis atau tenaga kesehatan yang telah melaksanakan sanksi disiplin yang dijatuhkan terdapat dugaan tindak pidana, aparat penegak hukum dengan mengutamakan penyelesaian perselisihan lewat mekanisme keadilan restoratif sesuai ketentuan peraturan perundangan.
Tujuan RJ, lanjut Mia adalah mengedepankan pemulihan kembali keadaan semula, bukan pembalasan atau pemberian sanksi pidana berupa penempatan kemerdekaan seseorang.
“Lewat Restorative Justice, kami mengakomodir kepentingan para pihak termasuk korban, karena korban dilibatkan dalam penentuan sanksi bagi tersangka,” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur RSUD Dr. Soetomo, Prof. Cita Rosita Sigit Prakoeswa dr SpKK(K) menyambut baik acara diskusi dengan Pemprov maupun Kejati Jatim. Menurutnya, kegiatan ini memberikan kesadaran akan pentingnya menjaga tertib hukum dalam memberikan pelayanan kesehatan, memitigasi dan mengelola risiko.
“Hari ini kami berkolaborasi dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dengan harapan kita dapat belajar bersama tentang upaya pendekatan restorative justice untuk mengelola kasus-kasus yang berpotensi masuk ke ranah hukum,” jelasnya.
“Harapan kami para SDM RSUD Dr. Soetomo mendapatkan pemahaman tentang aspek etik hukum pelayanan kesehatan, waspada dan bertindak secara benar dalam mengelola risiko tindakan medis, senantiasa mengutamakan patient safety serta meningkatkan kualitas layanan kesehatan di RSUD Dr. Soetomo,” tutupnya.
Dalam acara ini, bertindak selaku narasumber Kajati Jatim Dr. Mia Amiati, SH,MH,CMA, Ketua Komite Etik Hukum RSUD Dr. Soetomo, Prof. Dr. Usman Hadi serta Dokter Pendidik Klinis Ahli Utama Prof. Dr. Anang Endaryanto. (Red)