Surabaya |Nusantara Jaya News – Hari Kemerdekaan Republik Indonesia menjadi momen penting untuk merenungkan kembali arti kebebasan berpendapat, termasuk kemerdekaan pers.
Riesta Ayu Oktarina, pemerhati media dari Stikosa AWS, menyatakan bahwa kemerdekaan pers di Indonesia belum sejalan dengan semangat kemerdekaan yang diperjuangkan.
“Kemerdekaan pers adalah pilar penting dalam sebuah demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang, sehingga bisa berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Riesta saat ditemui di Kampus Stikosa AWS, Sabtu (17/8/2024).
Namun, Riesta menekankan bahwa kemerdekaan pers bukan berarti kebebasan untuk menyebarkan informasi yang tidak benar atau fitnah.
Setiap media dan individu memiliki tanggung jawab untuk menjaga etika jurnalistik dan menghormati hak-hak orang lain.
Riesta juga menyoroti beberapa kasus kekerasan terhadap wartawan dan media yang masih terjadi, seperti kasus kebakaran yang menewaskan seorang wartawan di Kabupaten Karo, Sumatra Utara, serta aksi kekerasan yang dilakukan oleh pendukung eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terhadap wartawan, dan tindak kekerasan yang dialami jurnalis oleh prajurit TNI-AL di Kabupaten Halmahera Selatan.
“Kondisi ini diperparah dengan adanya upaya untuk menghambat distribusi informasi. Beberapa media mengalami gangguan serius, seperti serangan siber yang mengganggu akses publik terhadap informasi yang seharusnya mereka terima,” tambah Riesta.
Ia juga mengungkapkan bahwa Majalah Tempo mengalami kesulitan distribusi di pasar, dan beberapa portal berita menghadapi gangguan keamanan setelah melaporkan isu-isu tertentu.
Riesta menegaskan bahwa gangguan semacam ini adalah indikasi upaya untuk membatasi kebebasan pers dan merugikan masyarakat.
Pada momen Hari Kemerdekaan RI ini, Riesta berharap seluruh elemen masyarakat kembali mengingat pentingnya kebebasan berpendapat, dan perlunya melindungi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar. (Red)