banner 1000x130 **************************************** banner 1000x130

BIJAK BERLITERASI SENJATA MELAWAN KEBOHONGAN DIGITAL

banner 2500x130 banner 2500x130 banner 1000x130

Oleh : Desi Wulandari

Sebagai seorang mahasiswi yang tengah duduk di semester 3, penulis sudah sering kali mendengar kata literasi. Bahkan, di kampus penulis sendiri juga ada mata kuliah yang namanya pendidikan multi literasi.

Bukan hanya penulis, pastinya masyarakat di Indonesia Raya tercinta Ini juga pernah mendengar kata literasi tersebut.

Sudirman & Mahfuzi menjelaskan defenisi dari literasi itu sendiri, yakni berdasarkan kutipan yang mereka ambil dari beberapa ahli. Salah satunya yaitu literasi merupakan sebagian kemampuan melek huruf, kemampuan dalam membaca dan menulis serta kemahiran dalam berbahasa. Dalam rangkuman isi dari opini ini, bertujuan ingin merangkum segala permasalahan yang terjadi di Indonesia saat ini, bahkan yang terjadi di lingkungan generasi muda sekarang.

MASALAH LITERASI YANG TIADA HABISNYA

Dikutip dari laman media sosial Marfin Sulistio, dalam akun tik tok-nya, beliau menyampaikan bahwasanya bukan menjadi rahasia umum, kalau dalam tingkat membaca, Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 77 negara.

Setelah dilakukannya survei program dari International Student Assessment yang dirilis Organitation Eronomir Cooperation And Development 2019. Indonesia ternyata menempati peringkat ke 62 dari 70 negara lho!, atau masuk pada urutan ke 10 negara terbawah dengan tingkat literasi rendah.

Bisa membaca atau mengeja dengan lancar ternyata hanyalah awal dari proses pembelajaran literasi. Padahal, literasi itu perlu kemampuan penalaran, kompetensi, termasuk berpikir dan memproses informasi.

Dan tingkat literasi Indonesia yang rendah tersebut ternyata dikarenakan beberapa faktor. yakni,

Pertama bisa jadi rakyat maupun peserta didik belajar untuk membaca namun tidak membaca untuk belajar.

Kedua , ahli membaca tapi tidak membaca aktif. Dan yang ketiga, lupa menghubungkan kemampuan menulis dengan kemampuan membaca.

Akan tetapi, ada juga berita yang mengejutkan dari UNESCO yang menyebutkan, bahwa minat baca Indonesia hanya 0,001% artinya, dari 1001 orang hanya satu orang yang gemar membaca.

Padahal ya, saat ini akses buku sudah sangat beragam loh!. Bahkan Sudirman & Mahfuzi menuliskan dalam buku mereka yang berjudul “ pendidikan multi literasi ” bahwasanya ada banyak cara dalam kita melakukan literasi. Misalnya, dengan literasi di era dirupsi, literasi manusia, literasi teknologi literasi digital, literasi media literasi budaya, literasi kesehatan bahkan dengan literasi lingkungan.

KEBODOHAN RAKYAT YANG MUDAH DIBOHONGI OLEH DIGITAL

Dan juga dengan terjadinya literasi di era dirupsi, menghasilkan keadaan yang dimana literasi teknologi di Indonesia cepat berkembang pesat. Masyarakat juga jadi lebih efektif dalam mengakses segala suatu berita hanya melalui literasi digital saja.

Tapi ternyata, Kemendikbud mencatat bahwa generasi muda saat ini lebih memilih untuk men-scroll social media dengan konten-konten unfaedah, daripada harus memanfaatkan literasi digital yang sudah berkembang saat ini.

Bahkan, ada juga ketimpangan terjadi. Yakni, misalnya di kota dengan akses internet tinggi tapi minat memperkaya literasi mereka rendah. Sebaliknya, di sejumlah daerah dengan aksesibilitas internet terbatas, justru Mereka banyak yang ingin mengakses buku-buku dan bacaan, tetapi jumlah internet terbatas. Kebalik kan?!.

Dan yang lebih parahnya lagi, di Saat perkembangan literasi yang sangat meningkat seperti sekarang, generasi muda terkhusus Gen-Z lebih senang memantau perkembangan trend trend yang sedang tenar di khalayak medsos daripada berpikir untuk meninegkatkan kualitas literasi di Indonesia.

Dengan mengatakan hal seperti itu, saya selaku penulis opini tidak ada tujuan ingin menjatuhkan antar generasi. Akan tetapi, pendapat penulis mengatakan hal seperti itu karena lingkungan di sekitar penulis mencerminkan hal tersebut.

Bahkan, penulis sendiri merupakan anak dari kelahiran tahun Gen-Z. Padahal ya, dengan perkembangan teknologi saat ini sangat berguna jika dimanfaatkan dengan sedemikian rupa. Dan bukan hanya dikembangkan untuk memantau perkembangan tren medsos semata.

Boleh-boleh saja, jika misalnya trend tersebut berisikan pendidikan yang mampu menyampaikan atau memberikan informasi. Tapi bukannya seperti itu, justru isi dari tren tersebut malahan cenderung kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Seperti misalnya, trend dance atau menggemari Idol K-pop yang sangat berlebihan, bahkan sampai kemakan berita kasus perceraian para selebritis dan selebgram. Ingatlah!, bahwa kehidupan kita bukan semata-mata hanya ingin memantau kehidupan orang lain.

Toh, para artis Korea, selebritis dan selebgram itu juga nggak tahu kalau kamu hidup atau enggak. Lebih baik kita manfaatkan saja masa muda dengan konten-konten positif yang dapat meningkatkan kualitas literasi negara kita.

Sudirman & Mahfuzi juga menuliskan dalam buku mereka yang berjudul “ Pendidikan Multi Literasi” setidaknya ada 6 literasi dasar yang mencakup literasi.

Yakni, literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan Kewarganegaraan adalah kompetensi yang harus dikuasai setiap individu.

Untuk mengembangkan budaya literasi di semua ranah pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan gerakan literasi nasional (GLN) sejak tahun 2016.

GLN bukan hanya inisiatif dari pemerintah tetapi juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha dan kementerian/lembaga lainnya.

Keterlibatan ekosistem pendidikan mulai dari penyusunan konsep, kebijakan, penyediaan materi pendukung, hingga kampanye literasi menjadi kunci penting agar kebijakan yang diimplementasikan dapat sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat.

LALU, BAGIMANA PEMECAHAN PERMASALAHNANYA?

Untuk meningkatkan literasi membaca dari ketertinggalan kita bisa melakukan beberapa hal. Yakni:

Pertama meningkatkan budaya membaca.

Kedua, mempermudah akses bacaan.

Ketiga, membentuk klub baca dan diskusi bersama.

Keempat melaksanakan program pendidikan literasi, seperti membaca dan menulis.

Kelima, lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi dalam bermedia sosial.

Khususnya dalam usaha meningkatkan kualitas literasi rakyat Indonesia. Dengan ini, penulis harap kualitas literasi di Indonesia menjadi lebih baik. Ingatlah!, bahwa literasi bukan hanya sekedar membaca dan menulis saja.

Tetapi memahami isi dari bacaan tersebut juga merupakan bagian dari literasi. dan harapan yang paling besar penulis taruh kepada generasi muda saat ini, terutama pada setiap kelompok yang ada keinginan pada diri mereka untuk berusaha meningkatkan ketertinggalan bangsa dalam berliterasi.

Penulis Opini ini, seorang Mahasiswa Universitas Negeri Medan Pendidikan Masyarakat

banner 1000x130
banner 2500x130 banner 1000x130
banner 1000x130 banner 2500x130