Surabaya | Nusantara Jaya News – Dugaan kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mencuat yang diduga melibatkan Walikota Surabaya Eri Cahyadi dan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD).
Kasus ini bermula dari temuan LSM terkait manipulasi perjanjian kerja yang melibatkan ribuan pegawai outsourcing (OS), yang mengarah pada potensi penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara. Temuan ini kini menjadi sorotan publik dan sedang dalam penyelidikan lebih lanjut oleh pihak berwenang.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ketua LSM Mapekkat Surabaya Wiwin melalui chat whatsapp, Surabaya, Senin (14/10/2024).
Ketua Mapekkat Wiwin mengatakan bahwa dugaan ini berawal dari temuan manipulasi perjanjian kerja yang melibatkan ribuan pegawai outsourcing (OS). Menurutnya, penyelidikan lebih dalam yang dilakukan oleh LSM Mapekkat ditemukan bahwa surat perjanjian kerja waktu tertentu bagi 23.000 pekerja outsourcing di sejumlah OPD, seperti di kecamatan bubutan, Dinas Pemadam kebakaran, dan Dinas Cipta Karya telah dipelintir menjadi surat perjanjian kerja.
“Upah yang tertera dalam perjanjian kerja disebutkan sekitar 4.100.000, namun laporan yang disampaikan ke JKN/BPJS menunjukkan upah sebesar 4,7 juta,” ujarnya.
“Hasil koordinasi kami dengan pihak JKN/ BPJS membenarkan bahwa upah yang dilaporkan minimal 4,7 juta. Ini berpotensi memalsukan data dan menimbulkan kerugian bagi APBD kota Surabaya,” jelas Wiwin.
Wiwin menjelaskan bahwa dugaan korupsi dalam pelaporan gaji pekerja, LSM Mapekkat juga menerima banyak keluhan dari ASN di lingkungan Pemkot Surabaya terkait pemotongan gaji bulanan.
“Gaji ASN yang dipotong berkisar antara 100.000 hingga 500.000 per bulan, tergantung golongan dan jabatan. Pemotongan ini disebutkan untuk mendukung program kampung Madani, meskipun program tersebut dilaporkan mengalami stagnasi dari waktu ke waktu,” kata Wiwin.
“Pemotongan gaji ASN ini tidak didasarkan pada perintah tulisan atau surat keputusan (SK) dari walikota, melainkan hanya perintah lisan. Jika para kepala satuan kerja atau OPD tidak mengikuti perintah ini, maka karier terancam,” imbuhnya.
Ketua LSM Mapekkat menuturkan bahwa kami telah melaporkan dugaan korupsi ini secara tertulis kepada kejaksaan negeri Surabaya dan bahkan melakukan aksi unjuk rasa sebanyak tiga kali. Menurutnya, hingga kini belum ada langkah konkrit dari aparat penegak hukum untuk menangani kasus ini.
“Kami akan segera melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, setelah melakukan serangkaian koordinasi dengan pejabat KPK,” tuturnya.
Ia mengaku bahwa laporan KPK ini merupakan langkah penting untuk mencegah adanya pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan dari situasi ini, serta untuk menuntaskan dugaan pungutan liar (pungli) dan korupsi di Pemkot Surabaya.
“Kami berharap laporan ini dapat menjadi perhatian serius bagi KPK dan berwenang, mengingat situasi ini semakin mendekati masa kampanye pilkada kota Surabaya, dimana transparansi dan akuntabilitas pejabat publik menjadi hal yang sangat krusial,” pungkasnya.