Bondowoso |nusantara jaya news – Produksi getah pinus melalui proses penyadapan pohon di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bondowoso menjadi salah satu andalan Perum Perhutani setelah produksi kayu.
Gondorukem dan terpentin yang dihasilkan dari getah ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan Perhutani, sehingga seluruh manajemen, mulai dari daerah hingga pusat, memberikan perhatian khusus terhadap kegiatan penyadapan.
KPH Bondowoso memiliki 5 wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) dan 11 Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yang masih aktif dalam produksi getah pinus. Salah satu yang mencatat hasil terbaik adalah RPH Tapen di BKPH Wonosari.
Hingga September 2024, produksi getah di wilayah ini mencapai 55.080 kg, sesuai dengan target Normal Produk Schedule (NPS).
Asper KBKPH Wonosari, Sugiyanto, saat ditemui pasca pembinaan penyadap di RPH Tapen pada Minggu (13/10/2024), menjelaskan bahwa ada tiga faktor utama yang berperan dalam keberhasilan penyadapan: potensi pohon yang disadap, ketersediaan tenaga penyadap, dan kecukupan sarana prasarana.
“Faktor tersulit yang kami hadapi saat ini adalah kekurangan tenaga penyadap. Namun, kami tetap optimis bisa mencapai target produksi pada akhir tahun,” ungkap Sugiyanto.
Administratur Perum Perhutani KPH Bondowoso, Misbakhul Munir, memberikan apresiasi kepada jajaran RPH Tapen atas upaya mereka. Meski demikian, ia mengakui bahwa kekurangan tenaga penyadap masih menjadi tantangan utama.
Banyak penyadap yang sudah berusia di atas 50 tahun, sehingga rutinitas pembaharuan kuare sadapan tidak bisa dilakukan sesuai ketentuan, yang berpengaruh pada produksi getah. Namun, Munir tetap optimis dan berkomitmen untuk mengawal target produksi getah hingga akhir tahun 2024.