SURABAYA | NUSANTARA JAYA NEWS – Adanya dugaan praktik tindak pidana korupsi (tipikor) dan pungutan liar (pungli) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Hal tersebut disampaikan koordinator aksi Wiwin saat melakukan aksi didepan kantor Kejaksaaan Tinggi Negeri (Kejati) Jawa Timur (Jatim) serta dilanjutkan ke samping Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, pada hari Rabu (6/11/2024) siang.
Wiwin Mappekat mengungkapkan bahwa kami telah melaporkan berbagai kejanggalan tentang pengelolaan anggaran dan sistem pembayaran outsourcing (OS) dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Surabaya, termasuk penyimpangan administratif yang diduga merugikan anggaran pemkot.
Wiwin menjelaskan bahwa salah satu temuan besar adalah adanya pemalsuan laporan upah terhadap 23.000 pegawai OS yang bekerja diberbagai Dinas, seperti kecamatan bubutan, Dinas Pemadam Kebakaran, dan Dinas Cipta Karya.
“Berdasarkan hasil investigasi kami, menemukan upah yang tercatat dalam laporan resmi rata-rata mencapai 4,7 juta. Sedangkan, kenyataan di lapangan upah yang diberikan hanyalah sekitar 4,1 juta,” ungkap pria akrab dipanggil Mbah Wien.
Mbah Wien Mappekat menjelaskan bahwa data ini diperkuat oleh hasil koordinasi dengan pihak BPJS Kesehatan, yang menyatakan bahwa upah dilaporkan minimal 4 ,7 juta, sehingga diduga terjadi manipulasi data yang berpotensi merugikan anggaran kota.
“Tidak hanya itu, keluhan juga datang dari para pegawai ASN di Pemkot Surabaya yang mengaku mengalami pemotongan upah bulanan berkisar antara Rp100.000 hingga Rp500.000. Pemotongan ini, yang diberlakukan tergantung golongan dan jabatan pegawai, disebut-sebut untuk mendukung pembiayaan “Kampung Madani”,” jelasnya.
Menurut Mbah Wien, program tersebut hingga kini dinilai stagnan, tidak mengalami perkembangan yang signifikan.
“Pemotongan ini menimbulkan dugaan Pungli, terutama karena instruksi pemotongan tidak tertulis dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Wali Kota, melainkan hanya berupa instruksi lisan,” tukas dia.
“Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan ASN yang merasa tidak punya pilihan selain mengikuti perintah tersebut demi mempertahankan karier mereka,” imbuh Koordinator Aksi Mapekkat.
Mbah Wien menuturkan bahwa, LSM Mapekkat telah beberapa kali menggelar aksi unjuk rasa di Kejaksaan Negeri Surabaya, termasuk rencana unjuk rasa hari ini di Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, dengan harapan ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum.
“Namun, hingga kini respons dari pihak berwenang dinilai minim. Menurut Wiwin, LSM Mapekkat siap melanjutkan laporan mereka ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta sebagai bentuk tekanan lebih lanjut agar kasus ini segera diusut secara transparan,” tukas dia.
Wiwin juga menyoroti bahwa Pemkot Surabaya belum melaksanakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83 Tahun 2023 yang mewajibkan pemberian uang makan sebesar Rp19.000 per hari bagi pegawai outsourcing. Hal ini mempengaruhi kesejahteraan pegawai outsourcing yang jumlahnya mencapai puluhan ribu orang di Surabaya.
“LSM Mapekkat menyatakan bahwa laporan ini juga berfungsi sebagai alarm jelang masa kampanye pemilihan wali kota Surabaya mendatang. Mereka berharap penegak hukum dan pihak KPK dapat menyelesaikan kasus ini secara tuntas demi keadilan para pegawai Pemkot Surabaya yang menjadi korban dari dugaan penyalahgunaan wewenang pejabat pemerintahan kota,” pungkasnya.