Surabaya |nusantara jaya news – Kasus pencurian yang ditangani Polsek Semampir Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, menuai kontroversi. Pasalnya, terduga AF (24 tahun), warga Jalan Bolodewo, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya, yang diwanti-wanti sang pencuri besi oleh Polisi, dinilai sepihak.
Seperti hasil konfirmasi awak media koran Bidik Nasional, pada Kamis (28/11/2024), kepada Kanit Reskrim Polsek Semampir Iptu Eko Kuswandi, pihaknya tanpa lebih jelas memberikan keterangan yang pasti terkait kasus pencurian yang ditanganinya.
Bahkan Iptu Eko Kuswandi yang menangani kasus ini, menyuruh awak media untuk menanyakan langsung kepada korban terkait barang bukti yang telah dicuri oleh terduga AF.
“Pean tanya korbannya saja mas,” tulis singkat Iptu Eko Kuswandi, saat dikonfirmasi melalui Chatting WhatsApp.
Sementara itu, data informasi diperoleh media ini dari keluarga terduga AF bahwa besi yang telah dicuri tidak sampai 3 kg. “Tidak Sampek kok mas.. besi yang dicuri AF 5 kg. Paling 3 kg itupun tidak sampai. Orang itu baut-baut forklift yang hendak dipecel (kanibal). Bukan besi-besi besar yang dicuri sampai ratusan kilo,” ungkapnya.
“Cuman pencurian itu, dibuktikan dengan adanya CCTV. Kemudian AF dibawa oleh Anggota Kepolisian berpakaian preman ke kantor Polisi Polsek Semampir,” sambung keluarga AF.
Sehingga terkait kasus tersebut, memantik hari nurani Didi Sungkono S.H., M.H., selaku pengamat Kepolisian di Jawa Timur. Bahwa kelakuan Kanitreskrim Polsek Semampir yang memberikan jawaban seperti itu tidak paham undang-undang no.40 tahun 1999 tentang Jurnalistik.
“Yang mana tugas wartawan itu sebagai kontrol sosial, atau sebagai kontrolnya masyarakat. Kanit Reskrim sebagai kepala unit reserse kriminal diberi kewenangan untuk melakukan penegakkan hukum, yang mana harus diungkap secara transparan kepada publik,” ucap Didi Sungkono, S.H., M.H., saat diminta tanggapannya oleh wartawan ini, Jum’at (29/11/2024).
“Ada apa ini kok terkesan tidak transparan dan ditutup-tutupi. Wartawan konfirmasi malah diarahkan kepada pelapor, hukum itu Black And White, merah putih, tegak lurus bukan berkepentingan. Hukum adalah alat untuk menegakkan marwah keadilan dan kebenaran, tentunya disitu harus ada problem solving (menyelesaikan masalah),” tegasnya.
Mas Didi sapaan akrabnya juga mengutarakan, Kanitreskrim harus tahu ada Surat Kapolri No Pol / B /3022/XXI/2009SDEOPS yang mengatur tentang penanganan kasus pencurian ringan melalui alternatif penyelesaian perkara atau disebut ADR (Alternative Dispute Resolution).
“Apalagi ini hanya pencurian besi yang dugaannya tidak sampai 3 kg kok dilakukan penahanan, tugas polisi itu bukan hanya menegakkan hukum saja. Jelas dalam UU No. 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Pasal 13, Fungsi tugas Kepolisian itu apa. Hukum itu bukan bersifat sebagai kacamata kuda, jangan sampai masyarakat mengartikan KUHAP (Kasih Uang Habis Perkara) atau KUHAP (Kurang Uang Harus Penjara),” terang Mas Didi.
“Peran Bhabinkamtibmas difungsikan, dipanggil para pihak untuk dimedias. Mencuri besi tidak lebih dari 3 kg ditahan ini sangat tidak bernurani. Kanitreskrim juga tidak paham dengan adanya Peraturan Jaksa agung nomer 15 tahun 2020 tindak pidana dengan nilai Barang Bukti atau kerugian tidak lebih dari 2,5 juta adalah salah satu syarat penghentian penuntutan,” sambung Didi yang juga sebagai seorang Advokat muda.
Didi menambahkan, ada juga PERMA nomer 02 tahun 2012 yang mana mengatur batas tindak pidana ringan, jadi hukum itu asas efisiensi. Ini adalah sebuah keadilan bagi pelaku pencurian ringan, jangan malah bangga karena menangkap pencuri besi yang dugaan tidak sampai perkiraan 3 kg.
“Banggalah jika menangkap penadah besar Curanmor, membongkar sindikat ranmor, sindikat narkoba, itu baru bangga. Dan ingat ya.. hukum itu problem solving, ada yang namanya sosiologis hukum, ADR, Restoratif Justice (RJ) dikedepankan, bukan malah bangga menahan masyarakat dengan Barang Bukti yang kecil, mencuri besi tua dengan berat dugaan tidak lebih dari 3 kg. Fungsikan Bhabinkamtibmas, tiga pilar, mediasi niscaya kedepan Polri akan semakin dicintai oleh masyarakat, bukan malah dibenci masyarakat karena kelakuan oknum-oknum yang bermental bejat, bergaya hidup hedon, masyarakat sudah semakin cerdas untuk saat ini,” tutup Mas Didi yang juga Dosen hukum dibeberapa Universitas di Jawa Timur itu.