Medan |Nusantara Jaya News -Aroma busuk dugaan pungutan liar kembali menyeruak dari wilayah pesisir Sumatera Utara. Kali ini, Lembaga Gerakan Mahasiswa & Pemuda Sumatera Utara (GMPSU) mengungkap praktik yang diduga merugikan ribuan nelayan di Belawan: penyalahgunaan distribusi BBM subsidi jenis solar.
Dalam rilis resminya, GMPSU menyatakan telah melakukan investigasi mendalam dan menemukan keterlibatan langsung oknum pimpinan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara dalam permainan harga BBM bersubsidi.
“Setiap bulan, ada sekitar 2 juta liter BBM subsidi yang disalurkan ke nelayan melalui rekomendasi Dinas. Namun dalam praktiknya, harga BBM yang seharusnya Rp6.800 per liter dijual kepada nelayan seharga Rp7.000. Ada selisih Rp200 yang kami duga menjadi ladang pungli,” ujar perwakilan GMPSU dalam keterangannya, Sabtu (24/5).
Jika dikalkulasikan, selisih harga tersebut mengalirkan dana sekitar Rp400 juta per bulan ke kantong oknum yang bermain dalam distribusi BBM subsidi ini.
Tak hanya itu, GMPSU juga mengungkap adanya praktik pungli dalam pengurusan surat izin kapal nelayan. Padahal, seharusnya pengurusan izin kapal tersebut tidak dikenai biaya. Namun, faktanya, nelayan mengaku diminta membayar hingga Rp1,5 juta per kapal, tergantung pada kapasitas kapal masing-masing.
Yang lebih mencengangkan, GMPSU mengklaim telah mengantongi bukti transfer langsung dari para nelayan kepada pihak yang diduga sebagai oknum Dinas.
“Kami tidak bicara tanpa data. Bukti sudah kami pegang. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi bentuk nyata perampokan terhadap hak rakyat kecil,” tegasnya.
GMPSU berencana menggelar aksi unjuk rasa dalam waktu dekat untuk menuntut transparansi dan penindakan hukum terhadap oknum-oknum yang diduga terlibat.
Nelayan Menjerit, Negara Harus Hadir
Di tengah kesulitan hidup dan cuaca yang tak menentu, nelayan justru harus menghadapi beban tambahan dari pungutan liar yang seharusnya tidak terjadi. Padahal, BBM subsidi diberikan negara sebagai bentuk kepedulian terhadap sektor perikanan rakyat.
“Nelayan sudah susah. Tapi malah diperas. Ini penghinaan terhadap semangat subsidi dan keadilan sosial,” ujar salah satu nelayan yang meminta identitasnya dirahasiakan.
GMPSU mendesak Gubernur Sumatera Utara, Kejaksaan Tinggi, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan menyelidiki skandal ini. Sebab jika dibiarkan, dugaan ini berpotensi menjadi korupsi sistematis yang merusak fondasi tata kelola kelautan daerah.(ihb)