Sidoarjo |Nusantara jaya news— Dunia pers kembali diguncang oleh insiden intimidasi terhadap jurnalis yang terjadi di Pendopo Kabupaten Sidoarjo. Insiden ini mencoreng wajah demokrasi dan memantik keprihatinan luas, setelah sejumlah wartawan dari Surabaya mengalami perlakuan kasar saat hendak meliput mediasi antara PT SGM dan pihak terkait yang difasilitasi oleh Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana, bersama Wakil Wali Kota Surabaya. (19/6)
Menurut sejumlah saksi di lapangan, para jurnalis dihadang oleh sekelompok pria berbadan besar yang mengaku sebagai pengamanan tidak resmi dan bertindak atas perintah langsung dari Wakil Bupati serta oknum aparatur pendopo. Alih-alih mendapatkan akses liputan sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, para jurnalis justru mendapat intimidasi fisik dan verbal.
Beberapa wartawan mengaku dipiting, didorong, hingga ditantang duel satu lawan satu oleh oknum tersebut. Suasana pun memanas ketika para jurnalis tetap bersikeras menjalankan tugas jurnalistiknya dan menolak mundur dari lokasi mediasi. Aksi ini jelas bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi publik serta menjadi bentuk nyata penghalangan kerja pers.
Kejadian ini sontak memunculkan pertanyaan publik: apakah layak seorang pejabat publik seperti Wakil Bupati menyewa pengawal yang bertindak seperti preman? Jika benar penghadangan itu atas perintah pejabat daerah, maka tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan pers dan menjadi preseden buruk dalam kehidupan demokrasi lokal.
Pimpinan Redaksi media Cakrawala.co.id, Bayu Pangarso, ST, mengungkapkan kekecewaannya yang mendalam atas perlakuan intimidatif terhadap insan pers di lokasi pemerintahan.
“Saya mengecam keras tindakan kriminalisasi dan arogansi yang diduga dilakukan oleh tim pengamanan Wakil Bupati Sidoarjo. Mereka secara terang-terangan mengusir awak media dari lokasi resmi yang terbuka untuk publik,” ujar Bayu dengan nada tegas.
Bayu juga menjelaskan bahwa tindakan kekerasan dan provokasi fisik sempat dilakukan oleh pengawal, termasuk upaya pemitingan, dorongan, hingga ancaman duel terhadap wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistik.
“Sebagai jurnalis yang tunduk pada Undang-Undang Pers dan menjunjung tinggi etika profesi, kami menuntut agar tindakan tegas segera diambil. Kami juga meminta pertanggungjawaban langsung dari Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana, atas perilaku tidak pantas yang ditunjukkan oleh orang-orang yang diduga merupakan pengawal pribadinya,” sambung Bayu.
Bayu menambahkan bahwa kejadian ini telah resmi dilaporkan ke Mapolda Jawa Timur sebagai bentuk upaya perlindungan hukum terhadap profesi jurnalis. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada ruang bagi tindakan represif terhadap media di negeri demokratis ini.
“Jika hari ini jurnalis dibungkam dengan cara intimidatif, maka esok hari masyarakat yang akan kehilangan haknya atas informasi. Kami tidak akan tinggal diam,” pungkas Bayu.
Insiden ini menambah daftar panjang tantangan terhadap kemerdekaan pers di Indonesia. Diharapkan pihak kepolisian dan lembaga perlindungan pers segera mengambil langkah konkret agar kejadian serupa tidak kembali terulang, serta memastikan siapa pun yang terlibat dalam kekerasan terhadap jurnalis diproses sesuai hukum yang berlaku. (Red)